Selasa, 13 Juli 2021

ANGKIHAN BAN NYILIH

 Sebuah lirik lagu Bali yang cukup menarik yang dinyanyikan oleh penyanyi Bali senior yakni Widi Widiana yang berlebel Angkihan Ban Nyilih (nyawa adalah pinjaman) yang dinyanyikan dengan penuh perasaan,yang menggambarkan fenomena kehidupan umumnya di masyarakat,liriknya adalah sebagai berikut :

 

ANGKIHAN BAN NYILIH

Widi Widiana.

 

Idup matine sing dadi tagih

Aget jani nu ngidang angkih angkih

Angkihane ban nyilih

Mani puan pasti metagih

Mekejang pasti mulih

Sing ngitung lacur  muah anak sugih

 

Reff.     

Idup kenken ane lakar tagih

Ada anak lacur masih ada nak sugih

Ngalih bagia apa sedih

Ngae beneh apa pelih

Yan dadi tiyang ngidih

Ngae karma ane luih.

Sing dadi sombong-sombong

Mara dadi anak sugih

Sebengne sing dadi tolih,

Da pragat mekeengan

Mara idupe kuangan

Idup mula perjuangan.

Angkihane ban nyilih

Jalan melaksana luih,

Setondene metagih

Apang rahayu kepanggih

Mani….. puan….

Mati tusing mebekel empugan

 

Ulasan :

                Sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini tidaklah dapat kita minta sesuai dengan keinginan kita,karena sejatinya kita semua sedang menjalani karma hidup,ada orang yang hidupnya sehat bahagia dan cerdas karena asal kehidupan mereka dari sorga syuta,tapi sebaliknya mereka yang asal hidupnya dari neraka syuta maka kehidupan mereka akan sedih menderita,bersyukur kita masih diberikan kesempatan hidup sebagai manusia mahkluk tertinggi ,karena kita dikarunia idep. Ketahuilah bahwa nyawa kehidupan kita didapat dari meminjam,maka suatu saat nanti pasti akan kembali diminta,semuanya akan kembali ke Sangkan Paraning Dumadi atau Sang Pencipta,tidak memandang status kaya atau miskin.

                Sekarang tergantung kita,hidup yang bagaimana kita pilih,mau kaya atau miskin,mencari bahagia atau sedih,berbuat baik/suba karma atau buruk/asuba karma,semua itu adalah pilihan hidup di dunia ini sebagai konsep hidup rwa bhineda.

                Kalau boleh diminta marilah kita berkarma baik/suba karma,banyak jalan dapat dilakukan sesuai ajaran Tri Hita Karana,sebagai langkah untuk harmonisasi kehidupan seperti;

1.       Parhyangan adalah bagaimana kita melaksanakan swadarma,subakti kepada yang menciptakan kita sehingga kita terlahir di dunia ini,mulai dari ayah ibu,leluhur,Ibu Kawitan,Kawitan,Betara-Betari, Dewa-Dewi dan Ida Hyang Widhi Wasa. Dalam implementasinya dapat dilaksanakan ajaran Guru Susrusa/bakti kepada Sang Catur Guru.

2.       Pawongan merupakan konsep mejaga keharmonisan antar sesama seperti hubungan silaturahmi kepada saudara,sanak keluarga besar,juga bagaimana pengabdian hidup kita di masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat luas pada umumnya,bahkan dalam petuah orang tua sering diucapkan slogan paras separo,selunglung sebayan taka adalah sebuah kalimat singkat yang penuh makna dalam bersosialisasi sebagai insan ciptaan Tuhan sepanjang hayat dikandung badan.

3.       Palemahan tidak lain bagaimana kita menyadari bahwa ciptaan Tuhan mahkluk hidup tidak hanya manusia dengan Tri Premananya(Bayu,Sabda,Idep),ada juga Tumbuhan(eka Premana) dan Binatang (Dwi Premana) termasuk jagat raya/alam semesta atau makrokosmos ini. Kita harus merelevansikan diri guna terjadinya keharmonisan terhadap semesta.

Dalam konsep Hindu Bali ada istilah tampak dara yang disimbulkan dengan tanda + (positif),artinya setelah bisa kita tampak/wujudkan dengan dasar dharma, barulah bisa dimakan(daara),dengan kata lain apa yang kita gunakan dalam hidup ini ,dalam memenuhi kehidupan hendaknya yang diperoleh secara halal. Kalau kita telisik lebih mendalam tanda + (tambah) itu ujungnya yang keatas itu bermakna pengimplementasian Parhyangan,ujung samping kanan menunjukan keselarasan dengan saudara/keluarga,ujung yang kekiri hubungan dengan masyarakat (Pawongan),sedangkan ujung yang kebawah adalah harmonisasi dengan Palemahan/alam semesta. Sebab itu Tri Hita Karana adalah tiga langkah yang dapat dilakukan untuk kebahagian/harmoni hidup kita.

                Hidup tidak boleh sombong karena kesombongan akan membawa kehancuran,apalagi sampai memandang sebelah mata kepada orang lain, ketika kita ada di posisi atas,baik jabatan,harta dan kesehatan. Demikian pula halnya ketika kita menderita janganlah selalu mengeluh,menyesal apalagi berputus asa, menyalahkan hidup,membandingkan hidup dan akhirnya sampai Tuhanpun dipersalahkan atas penderitaan hidupnya.sesungguhnya hidup adalah perjuangan,berjuang untuk mempertahankan hidup tentu dengan bekerja keras,bekerja cerdas,bekerja tuntas dan bekerja iklas,niscaya akan ada hasilnya,karena sejatinya BAHAGIA ITU KITA YANG BUAT.

                Kita harus sadar bahwa nyawa kita adalah pinjaman dari Tuhan ,untuk menghidupi Panca Maha Bhuta kita,marilah berbuat baik sebelum kita dipanggil Sang Khalik,apapun dan sekecil apapun yang dapat dilakukan untuk kebaikan,itu akan memperlancar pulang kita kelak,esok lusa ketika kita pulang ke tempat asal, toh kita tidak membawa harta kekayaan,jabatan dan atau tetek bengek lainnya ,tapi yang ikut hanya sisa karma hidup kita,karma baik atau karma buruk,itu semua tergantung kita. Kita sebagai aktor di dunia ini yang mirip dengan pentas di sebuah panggung sandiwara, ada aktor/arktis,ada panggung,ada ilustrasi music,ada sutradara sebagai pengatur laku,sehingga klop dengan ending sebuah pementasan dan berakhir setelah “langse” ditutup. Ingat kalau penampilannya kurang bagus maka akan tampil lagi dalam pementasan nanti dalam wujud reinkarnasi,kalau tampilan bagus bisa membius penonton,maka sang aktor akan diajak menjadi kru bersama sutradara,ketika itulah disebut mulih dan amor ring sang murbeng dumadi.(manix)  






 

Minggu, 04 Juli 2021

IRI HATI/MATSARYA (ENVY)

 Kata iri hati/dengki atau hasad adalah sebuah kata yang sudah lumrah dan sering kita dengar di kalangan masyarakat Bali,bahkan cukup banyak sifat demikian yang terjadi di masyarakat kita. Iri hati itu adalah suatu yang timbul ketika seseorang yang tidak memlikiki suatu keunggulan,baik prestasi,kekuasaan,kekayaan atau lainnya,mereka menginginkan apa yang tidak dimilikinya itu,atau mengharapkan orang lain yang memiliki semua itu agar mengalami kemerosotan dan atau bahkan kehilangan. Nah seru bukan ?, bagaimana dengan fenomena yang terjadi di masyarakat khususnya di Bali ?

Di krama Bali,sering kita dengar di masyarakat bahwa si A yang nota bena sukses di keluarganya,tiba-tiba sakit yang tidak masuk akal dan bahkan mendadak meninggal , jalan keluarnya pertama mereka akan menanyakan pada orang pintar dan terjawablah bahwa yang menyakiti/mengguna-gunai adalah orang yang IRI kepadanya karena sukses dan atau kesalahan tidak mengabulkan permintaan orang yang menyakiti ketika minta/pinjam sesuatu dulu,sehingga isunya semakin berkembang dan santer menjadi gossip dan perbincangan dikalangan masyarakat, semakin seru jadinya. Percaya tak percaya itulah yang terjadi di kalangan masyarakat walaupun pada zaman yang serba digital ini,hal itu masih dipercaya.

Sifat iri hati dengan kalangan orang terdekat(keluarga/tetangga) di kalangan masyarakat Bali sejatinya adalah sebuah ironi padahal sifat religiusitas krama Bali sangatlah tinggi.

Disisi lain tetangga atau kerabat dalam ritual keagamaan sangatlah tinggi peran serta dukungan dan partisipasinya dalam mensukseskan hajatan tersebut,seperti misalnya membantu menyiapkan sarana upakara dalam hal melaksanakan yadnya (Dewa Yadnya,Manusa,Buta dan Pitra yadnya terutama pada saat ada kematian).

Naah sekarang yang menjadai persoalan kenapa kalau demikian bisa muncul sifat iri diantara mereka ? dimana letak cara berfikir mereka ? nah mari kita bahas kenapa itu bisa terjadi !

 

1.     Landasan keber-agamaan orang Bali adalah Budaya Pertanian.

Budaya Pertanian adalah budaya Kebersamaan,sehingga apa bila dalam suatu komunitas ada satu yang berbeda,maka yang berbeda dari komunitasnya akan dimarahi dan bahkan bisa dikucilkan yang di Bali dikenal dengan istilah “kesepekang”.

Contoh :ketika musim tanam padi maka semua warga harus menanam padi apabila berani menanam bukan padi maka itu adalah sebuah pelanggaran wajib diberikan sanksi adat,maka semua gerak di komunitas itu harus sama-sama,kadang kalau miskinpun harus sama-sama miskin karena konsep Budaya Pertanian adalah kebersamaan/bersama-sama.

Konsep kapitalis yang membangun dan mengembangkan usaha untuk maju(hal positif di zaman modern),itu jelas tidaklah dibenarkan,mereka tidak rela anggota komunitasnya maju dan berkembang statusnya secara pribadi, jangan heran mereka pasti diirikan.

 

2.     Konsep agama Agraris adalah memuja Para Dewata,yang diturunkan melalui perwujudan pretima atau pelawatan yang berbeda-beda setiap kelompok/klen/soroh  dan diantara kelompok itu Dewa yang dipuja merekalah yang paling tinggi kedudukannya,sehingga hal ini sering menimbulkan ego sektoral dikalangan masyarakat,saling mengklaim mengaku kedudukan/derajat status sosialnya paling tinggi. Pada hal kita dari kecil sudah diajarkan bahwa derajat/kedudukan para dewata itu sama tidak ada yang lebih tinggi atau rendah derajatnya.

 

3.     Penduduk Bali masih homogenitasnya tinggi sebagai pemeluk Hindu terutama di pedesaan,sehingga tidak ada pembanding dan atau persaingan,mereka akan bersaing dan beregotika dengan klan lainnya yang sesama pemeluk Hindu,sehingga kalau tidak mampu bersaing dan merasa kalah,maka mereka akan melampyaskan sifat iri hatinya.

 

Nah karena ketiga pemikiran tersebutlah menjadikan sifat egoistik krama Bali selalu ada dan tumbuh dikalanangan masyarakat,meskipun di era melinial ini sudah semakin berkurang,namun masih kental dan tetap ada.

 

Selanjutnya yang lebih penting adalah bagaimana solusinya untuk mengurangi/ mengikis sifat-sifat tersebut,sehingga kita bisa sadar bahwa kita(Hindu) kecil dan minoritas  dan sangat amat kalah saing dengan umat lainnya,kita tidak perlu iri dengan kehebatan tetangga/saudara justru kita harus bangga punya sahabat, keluarga,tetangga yang sukses dan maju,kita akan terbantu baik secara langsung maupun tidak langsung karena efek kemajuan tersebut,tentu kalua kita sabar,sadar dan tidak iri.

Solusi yang dapat dilakukan cobalah buka wawasan,sekali waktu pergi keluar Bali buka paradigma berfikir kita,jangan ibaratnya seperti katak dalam tempurung, mungkin merasa paling hebat ditempatnya mereka di komunitas mereka,tapi kalau tempurung kepalanya dibuka,wawasan dibuka maka mereka akan merasa minder. Contoh hidup di Bali kita merasa paling kaya,sukses,tapi kalau kita bawa ke Singapore disana kita tidak ada apa-apanya,mungkin tergolong mayarakat  menengah kebawah, apalagi di bawa ke Dubai,wah tak ada artinyalah.

Apalagi sifat panatik sempit yang selalu didengung-dengungkan,sorohny paling tinggi derajatnya,kastanya paling superior,wah lupa dengan diri untuk makan esok saja masih mikir,nah itulah kadang terjadi di masyarakat.

Hal lain sifat yang perlu dibuang jauh adalah,dengan tetangga dengkinya minta ampun tapi dengan orang luar yang nota bena tidak ada relevansinya sama sekali malah ia sangat welcome juga sukanya ngerumpiin orang dan kadang ngurus orang lain,maka diistilahkan seperti ayam kampung,kalau cari makan beramai, bukan makanan yang diburu,malah temannya sesama ayam kampung diajak berkelahi,tapi kalau ayam ras(orang barat),kalau cari makan ya makanan dicari dengan disiplin,yang lain dibiarkan cari makan sehingga sama-sama cari makan dan saling bersaing sportif sesuai dengan kompetensinya.

Contoh riil,Bali dikenal dengan Pulau Surga tamu berdatangan datang melihat tradisi dan budaya Bali,padahal yang dominan dapat kuenya adalah orang non hindu,karena mereka tidak mau terlalu beririria,mereka bekerja,sedangkan Pariwisata Bali yang dibangun dengan adat dan tradisi Bali,kita bangun sehari-hari,nyatanya sangat sedikit dinikmati oleh pembangunnya,karena sifat-sifat itu tadi.

Mari kawan ubah paradigma Budaya/karakter Pertanian(Budaya  Pertanian yang kurang baik dibuang,yang baiknya pertahankan sbg budaya) sehingga kita mampu bertahan dan bersaing diera kekinian,terimakasih,mohon maaf kalau ada yang keliru(manixs).