Sebuah lirik lagu Bali yang cukup menarik yang dinyanyikan oleh penyanyi Bali senior yakni Widi Widiana yang berlebel Angkihan Ban Nyilih (nyawa adalah pinjaman) yang dinyanyikan dengan penuh perasaan,yang menggambarkan fenomena kehidupan umumnya di masyarakat,liriknya adalah sebagai berikut :
ANGKIHAN BAN NYILIH
Widi Widiana.
Idup matine sing dadi tagih
Aget jani nu ngidang angkih angkih
Angkihane ban nyilih
Mani puan pasti metagih
Mekejang pasti mulih
Sing ngitung lacur muah anak sugih
Reff.
Idup kenken ane lakar tagih
Ada anak lacur masih ada nak sugih
Ngalih bagia apa sedih
Ngae beneh apa pelih
Yan dadi tiyang ngidih
Ngae karma ane luih.
Sing dadi sombong-sombong
Mara dadi anak sugih
Sebengne sing dadi tolih,
Da pragat mekeengan
Mara idupe kuangan
Idup mula perjuangan.
Angkihane ban nyilih
Jalan melaksana luih,
Setondene metagih
Apang rahayu kepanggih
Mani….. puan….
Mati tusing mebekel empugan
Ulasan :
Sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini tidaklah dapat kita minta sesuai dengan keinginan kita,karena sejatinya kita semua sedang menjalani karma hidup,ada orang yang hidupnya sehat bahagia dan cerdas karena asal kehidupan mereka dari sorga syuta,tapi sebaliknya mereka yang asal hidupnya dari neraka syuta maka kehidupan mereka akan sedih menderita,bersyukur kita masih diberikan kesempatan hidup sebagai manusia mahkluk tertinggi ,karena kita dikarunia idep. Ketahuilah bahwa nyawa kehidupan kita didapat dari meminjam,maka suatu saat nanti pasti akan kembali diminta,semuanya akan kembali ke Sangkan Paraning Dumadi atau Sang Pencipta,tidak memandang status kaya atau miskin.
Sekarang tergantung kita,hidup yang bagaimana kita pilih,mau kaya atau miskin,mencari bahagia atau sedih,berbuat baik/suba karma atau buruk/asuba karma,semua itu adalah pilihan hidup di dunia ini sebagai konsep hidup rwa bhineda.
Kalau boleh diminta marilah kita berkarma baik/suba karma,banyak jalan dapat dilakukan sesuai ajaran Tri Hita Karana,sebagai langkah untuk harmonisasi kehidupan seperti;
1. Parhyangan adalah bagaimana kita melaksanakan swadarma,subakti kepada yang menciptakan kita sehingga kita terlahir di dunia ini,mulai dari ayah ibu,leluhur,Ibu Kawitan,Kawitan,Betara-Betari, Dewa-Dewi dan Ida Hyang Widhi Wasa. Dalam implementasinya dapat dilaksanakan ajaran Guru Susrusa/bakti kepada Sang Catur Guru.
2. Pawongan merupakan konsep mejaga keharmonisan antar sesama seperti hubungan silaturahmi kepada saudara,sanak keluarga besar,juga bagaimana pengabdian hidup kita di masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat luas pada umumnya,bahkan dalam petuah orang tua sering diucapkan slogan paras separo,selunglung sebayan taka adalah sebuah kalimat singkat yang penuh makna dalam bersosialisasi sebagai insan ciptaan Tuhan sepanjang hayat dikandung badan.
3. Palemahan tidak lain bagaimana kita menyadari bahwa ciptaan Tuhan mahkluk hidup tidak hanya manusia dengan Tri Premananya(Bayu,Sabda,Idep),ada juga Tumbuhan(eka Premana) dan Binatang (Dwi Premana) termasuk jagat raya/alam semesta atau makrokosmos ini. Kita harus merelevansikan diri guna terjadinya keharmonisan terhadap semesta.
Dalam konsep Hindu Bali ada istilah tampak dara yang disimbulkan dengan tanda + (positif),artinya setelah bisa kita tampak/wujudkan dengan dasar dharma, barulah bisa dimakan(daara),dengan kata lain apa yang kita gunakan dalam hidup ini ,dalam memenuhi kehidupan hendaknya yang diperoleh secara halal. Kalau kita telisik lebih mendalam tanda + (tambah) itu ujungnya yang keatas itu bermakna pengimplementasian Parhyangan,ujung samping kanan menunjukan keselarasan dengan saudara/keluarga,ujung yang kekiri hubungan dengan masyarakat (Pawongan),sedangkan ujung yang kebawah adalah harmonisasi dengan Palemahan/alam semesta. Sebab itu Tri Hita Karana adalah tiga langkah yang dapat dilakukan untuk kebahagian/harmoni hidup kita.
Hidup tidak boleh sombong karena kesombongan akan membawa kehancuran,apalagi sampai memandang sebelah mata kepada orang lain, ketika kita ada di posisi atas,baik jabatan,harta dan kesehatan. Demikian pula halnya ketika kita menderita janganlah selalu mengeluh,menyesal apalagi berputus asa, menyalahkan hidup,membandingkan hidup dan akhirnya sampai Tuhanpun dipersalahkan atas penderitaan hidupnya.sesungguhnya hidup adalah perjuangan,berjuang untuk mempertahankan hidup tentu dengan bekerja keras,bekerja cerdas,bekerja tuntas dan bekerja iklas,niscaya akan ada hasilnya,karena sejatinya BAHAGIA ITU KITA YANG BUAT.
Kita harus sadar bahwa nyawa kita adalah pinjaman dari Tuhan ,untuk menghidupi Panca Maha Bhuta kita,marilah berbuat baik sebelum kita dipanggil Sang Khalik,apapun dan sekecil apapun yang dapat dilakukan untuk kebaikan,itu akan memperlancar pulang kita kelak,esok lusa ketika kita pulang ke tempat asal, toh kita tidak membawa harta kekayaan,jabatan dan atau tetek bengek lainnya ,tapi yang ikut hanya sisa karma hidup kita,karma baik atau karma buruk,itu semua tergantung kita. Kita sebagai aktor di dunia ini yang mirip dengan pentas di sebuah panggung sandiwara, ada aktor/arktis,ada panggung,ada ilustrasi music,ada sutradara sebagai pengatur laku,sehingga klop dengan ending sebuah pementasan dan berakhir setelah “langse” ditutup. Ingat kalau penampilannya kurang bagus maka akan tampil lagi dalam pementasan nanti dalam wujud reinkarnasi,kalau tampilan bagus bisa membius penonton,maka sang aktor akan diajak menjadi kru bersama sutradara,ketika itulah disebut mulih dan amor ring sang murbeng dumadi.(manix)