Senin, 04 Desember 2023

SEBUAH PERTANGGUNGJAWABAN DALAM PENUNTASAN TUGAS

Desa Adat Tegenan yang baru usai menyelenggarakan hajatan besar lima tahunan dalam agenda ngaben kinembulan telah tuntas dilaksanakan,hal tersebut diungkapkan Bendesa Adat Tegenan I Ketut Wana Yasa. Wana dalam arahannya menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas kinerja panitia yang luar biasa sehingga pelaksanaan Ngaben Kinembulan Desa Adat Tegenan berjalan lancar dan sukses.

Sementara itu I Wayan Suiji selaku ketua panitia memaparkan laporan pertanggungjawabannya yang dibuka oleh I Made Mustapa selaku sekretaris dan didampingi I Komang Gunama dan I Putu Arnawa selaku bendahara ,dijelaskan secara rinci kronologi kegiatan dari awal persiapan,pelaksanaan ngaben, ngeroras,ngajar-ajar hingga penyelesaian kegiatan dalam upacara Rsi Gana di Tulak Tanggul dan Margi Catur,pada hari Sabtu Umanis wukun Sungsang,29 Juli 2023. Ngaben yang direncanakan menghabiskan biaya Rp.8 juta namun karena adanya pembengkakan dikonsumsi maka masing-masing peserta menambah kekurangan sebesar 210.000.

Sementara tamu undangan yang hadir Bupati Karangasem bersama Wakil,Bapak Wayan Gredeg mantan bupati Karangasem beserta Buk Yuli,Komang Rna anggota DPRD Prov dan Kabupaten dari partai Golkar, Mr.Phillipe dari PT.Bali Agung Waters,Paiketan Bendesa se Kecamatan Rendang,Owner Lereng Agung Sekcam dll.

Bupati Karangasem memberikan dana bantuan sebesar Rp.20 Juta yang cair pada bulan Oktober,karena itu disepakati sebagai donasi untuk ngadegang tapakan barong bangkung di Tulak Tanggul. dan pada saat ngaben juga digagas pengedaran kupon berhadiah dalam rangka ngadegang petapakan mendapat dana dari kupon sebesar 13 juta,dana itulah nantinya sebagai modal ngadegang petapakan,ujar ketua panitia I Wayan Suiji.(manixs)


Jumat, 01 Desember 2023

PENTAS PERDANA PETAPAKAN RATU GDE TANGGUL GUMI

 Setelah melalui proses pemlaspasan dan Pasupati petapakan Barong Bangkung pada hari Sabtu Klion Wayang,kajeng klion uudan sasih kenem 25 November 2023,bersamaan juga dengan pelaksanaan caru pemangkalan agung di Tulak tanggul,maka pada hari selasa 28 November 2023 dilaksanakan Nuur petapakan Ida Betara lunga ke Pura Dalem Putra bersamaan dengan Ida Betara Prajapati untuk dilaksanakan prosesi piodalan di Pura Dalem Putra pada hari Buda Wage Klau,serangkaian dengan hal tersebut proses diawali dengan upacara pemelastian di Pura Tegal Suci. Walaupun dalam suasana hujan gerimis,prosesi melasti tetep berjalan lancar dan hidmat sesuai rencana. 

Usai pemelastian dilaksanakan pemendak di jaba pura Dalem dan malamnya dilaksanakan upacara piodalan dengan bakti bebangkit  caru manca sanak dipuput oleh ida Pandita Mpu gria Bukcabe. Usai persembahan bakti dilaksanakan sesolahan Rejang Dewa,Baris Gede,Rejang mendak siwi,Pependetan dan rejang Renteng oleh Ibu-ibu pakis yang dikordinir oleh Mk Ririn Susanti.

Pada hari kedua Kamis Klion Klau dari jam 08.00 hingga sore diberikan kesempatan pelaksanaan ngaturang sot atau punagi kepada masyarakat,sedangkan pepintonan dilaksanakan pada malam hari usai ngaturang penganyar. Pada saat inilah dilaksanakan pentas perdana Ratu Gde Tanggul Gumi usai pentas Sanghayng Telek dan Jauk. Pada saat pentas inilah peristiwa magis terjadi penari telek kesurupan demikian juga penari jauk dan puncaknya ketika pementasan Ratu Gde Tanggul Gumi salah seorang pengiring kerauhan dan memerintahkan kepada Bendesa dan Pemangku Prajapati untuk melengkapi ngadegang petapakan prajapati dan ketika ada musibah beliau agar diturunkan ngelawang ketanggun desa untuk menyaksikan panjaknya dan kala itu agar dipendak dimasing masing lebuh krama banjar dilengkapi lawar babi sedangkan dipemangkalan agung agar dilaksanakan caru manca sanak medurga dengan kucit blangkalung butuan seperti yang sudah terlaksana.

Apabila kebrebehan(kejadian khusus) agar dilenghkapi segehan agung mesambleh kucit selem sedangkan  melawangan secara umum  dilaksanakan pada setiap hari kuningan,demikian pewarah warah ida sesuhunan. Suasana terasa magis karena usai pementasan banyak yang kesurupan,selanjutnya dipentaskan Tari Sri Sedana oleh ibu ibu banjar Adat Tegenan Kaler dan diakhiri dengan Tari Rejang Sari oleh ibu ibu dharma patni Banjar Adat Tegenan Kelod. dan acara penganyar diakhiri dengan persembahyangan bersama.

Jumat 1 Desember 2023 jam 08.dilaksanakan upacara mesineb lanjut ngeluur dimasing-masing pelinggih di Pura Dalem diiringi gong seket,di Prajapati diiiringi tambur sedangkan Ratu Gde Tanggul Gumi diiringi tabuh bebatelan mantuk ke linggih masing-masing. Setelah prosesi betara ngeluur berakhir sekitar pukul 10.00.

Klian Banjar Adat Tegenan Kelod I Wayan Suiji bersama prejuru menyampaikan laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan piodalan di Pura Dalem. Awalnya Suiji memaparkan tentang kronologis pelak-sanaan upacara yang berbeda dari tahun sebelumnya karena pada odalan ini banten dibagi bersama kelompok krama dan bebangkit,banten sulinggih dan banten wayang serta sayut sayut dikerjakan oleh istri jeromangku dan atau serati yang ditunjuk bersama saye,untuk itu pada kesempatan ini tityang menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setingggi tinggginya kepada para jeromangku,serati,saye,pecalang,penari dan semua pihak yang tidak sempat disebut satu persatu,karena atas kerjasama dan rasa bakti yang tinggi semua kegiatan berjalan lancar. Dan untuk diketahui kegiatan upacara ini menggunakan dana kas dan dana punia serta sumbaer dana lainnya sehingga tidak kena peturunan ,dana yang dihabiskan sebesar Rp.28.720.000,-(dua puluh delapan juta tujuh ratus dua puluh ribu rupiah) yang bersumber dari Penarikan Tabungan Rp. 11.120.000,- Dana Punia Rp 15.685.000,-pembayaran cingkrem,Penglagan,sumbangan dagang dll Rp1.915.000,-. Penggunaan dana tersebut dilaksanakan oleh saye,prejuru hanya membuat LPJ nya,penggunaan terbesar adalah di sektor konsumsi,selebihnya alat upakara dan sarana upacara seperti kain,sangku,bokor, gong dll. Efesiensi ini banyak dibantu oleh krama yang punnya kendaraan untuk ngangkut sulinggih,gong dan lainnya diberikan secara gratis/ngayah seperti Mk Gunama,Md.Bakat,W,Sulaba,Cinang Tani,Nyoman Suli,Md.Juliarta,Mk.Manik dll. Pemabatan dan Sound dibantu Md Rusmantara dan Wayan Budiasa,Perlistrikan dibantu Mk Sambut, bidang upacara dilaksanakan oleh Mk Kania,Jero Suryadarma,Jero Dewi dan dibantu Jero Dalang,Mk>Eka,Mk Sentana dan lainnya. Pada intinya semua krama berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini termasuk krama banjar penyada.tapi namanya orang ada juga yang malas/tidak aktif tapi jumlahnya dibawah 1%,pada hal Pura Dalem,Prajapati dan Tulak Tanggul adalah linggih betara penguasa atma dan ketika kita kita mati dan diabenkan nanti, di ketiga pura inilah proses pertama kita,ucap suiji mengakhiri perbincangan(manixs).dokumentasi Yoga Pujana




Ngaturang penuur saat akan melasti



nyineb

Melasti



Ida Bhetara mesineb

Laporan Pertanggungjawaban



Minggu, 26 November 2023

KEBANGKITAN TRADISI MELALUI PASUPATI PETAPAKAN BARONG BANGKUNG

Tradisi atau leluri adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang ulang dengan cara yang sama. Kebiasaan yang berulang ulang ini dilakukan secara terus menerus karena dinilai bermanfaat bagi sekelompok orang(desa adat),sehingga sekelompok orang tersebut melestarikannya.(wikipedia).

Salah satu warisan budaya tak benda adalah seni ngelawang barong bangkung yang punah di Desa Adat Tegenan khususnya Banjar Adat Tegenan Kelod ,tradisi ini pernah dan sangat disakralkan bahkan ada mitos di Tegenan tidak boleh memelihara bangkung sampai sekarang,karena beliau di kewengian punya pelawangan berupa bangkung atau babi betina besar dan seram,menjaga desa ini. Perkiraan terakhir barong bangkung yang sejenis barong bangkal atau barong celeng dipentaskan pada zamannya almarhum Ida Hyang Pekak Ngandeng remaja sekitar tahun 1890an,entah apa sebabnya tradisi itu tidak dilaksanakan lagi. Salah satu tempat yang sakral adalah Tulak Tanggul sebagai benteng pembatas antara nista mandala dengan madya mandala karang desa. Sehingga pada zaman kerajaan apabila ada pasangan suami istri yang punya putra buncing(menyamai putra raja) maka dibuang/diasingkan ditempat ini selama 42 hari(abulan pitung dina), demikian juga apabila ada krama yang sakit edeh/kusta juga diasingkan ditempat ini. Salah satu pura kecil(bebaturan) di barat daya tempat ini ada tumbuh pohon lemunduh dipercayai sebagai sarana mohon kesembuhan hewan ditempat itu.

Kemudian sekitar tahun 1960an pelinggih tersebut diperbaiki oleh yang punya tanah Ida Hyang Nengah Giyor orang tua dari I Wayan Suweden dan banyak percaya masyarakat mohon kesembuhan hewannya, sedangkan dibawah tempat itu disebut setra pemajangan karena tempat pembuangan memen bajang ketika anak bayi mebajangan. dijaman dulu dari tempat inilah dimulai ruta pelelawangan menuju batas desa yang dilaksanakan mulai umanis galungan atau pemacekan agung sampai kuningan dengan tujuan merayakan atau bersyukur atas  kemenangan darma dengan mengusir roh jahat dengan ngelawang untuk keselamatan masyarakat desa.

Selanjutnya di era 2002 atas petunjuk kelinggihan masal yang terjadi di desa Adat Tegenan dan dari beberapa petunjuk tapakan maka tradisi ngelawang itu agar dibangkitkan kembali dan Tulak Tanggul digunakan sebagai tempat pitra yadnya bersama. Atas dasar dan petunjuk itulah kami bersepakat dengan krama untuk membangkitkan kembali tradisi ngadegang petapakan barong tersebut,akhirnya bersamaan dengan Ngaben Kinembulan Desa Adat Tegenan kami menggali dana dengan membuat kupon berhadiah sehingga terkumpul dana 13 jutaan dan saat momen ngaben kebetulan kami selaku ketua panitia dan menggali dana dengan mengajukan proposal ke Bupati dan diberikan dana 20 juta,namun keluar pada bulan oktober,dan krama yang ngaben kami minta ijin dana bantuan tersebut digunakan untuk nangiang tapakan tersebut dan semua setuju. Dari dana tersebutlah kami melangkah atas persetujuan krama  membeli barong di Puaya Gianyar seharga 16,5 juta,beli gong besi 5,9 juta dan serpis pelinggihnya ongkos tukang 1,425 jt, barang 3,24 juta astungkara terwujud dan ada kas.

Akhirnya pada hari Sabtu Klion Wayang/Tumpek Wayang kajeng klion wudan sasih kenem icaka 1945 pada jam 12.00 dilaksanakan upacara pemlaspasan dan pasupati barong yang diantebkan oleh Jero Dewi (pmk Tulak tanggul) dan dilanjutkan dengan mecaru pemangkalan agung sasih kenem Desa Adat Tegenan diantebkan oleh  Jero Mangku Ketut Kania (pemangku Dalem) juga dihadiri oleh Jr.Mk. Sudiastawa (pmk Dalem Suci),Jero Surya Darma(pmk Prajapati),Mk.Eka Adnyana(pmk.Manik Harum),Jr.Dalang Sujata (dalang wayang due Dalem),Prejuru Banjar Adat,Klian Seket Wayan Surata dan Bendesa I Ketut Wana Yasa krama dan peserta ngaben kinembulan 2023 dikoordinir oleh Pt.Arnawa. Bendesa dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasi dan ucapan terimakasi kepada masyarakat Banjar Adat Tegenan Kelod karena telah mampu mewujudkan dan melestarikan tradisi leluhur yang sempat punah,kepada panitia pelaksana saya sampaikan salut karena mewujudkan seni budaya yang adi luhung tanpa memungut dana peturunan dari masyarakat,pungkasnya.

Pada acara tersebut sempat ada 2 orang pemangku kerauhan ketika mundut petapakan akan diiringkan mesolah di madya mandala Pura Tulak Tanggul,yang intinya menyampaikan terimakasih kepada umat karena telah mampu mewujudkan tradisi yang punah itu,diharapkan kepada masyarakat untuk meningkatkan srada bhaktinya terhaadap tradisi leluhur sehingga masyarakat damai rahayu. Untuk melestarikan tradisi ini diharapkan keturunan sang perintis(Hyang Ngandeng) bisa mengkordinir dan ngayah nyolahang dan nabuhang gong besi due Tulak Tanggul,yang pentas perdananya pada galungan yang akan datang.

Kami (Suiji,Selahdana,Lanus) yang mengkordinasikan kegiatan ini menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas dukungan krama semua sehingga tradisi budaya tak benda ini dapat dilestarikan dan dilanjutkan oleh generasi penerus kita. Kurang lebih dalam kami melaksanakan kegiatan ini,kami mohon maaf yang sebesar besarnya,suksma.(manixs)

Pelaksanaan pemlaspasan petapakan
Pelaksanaan mesolah usai dipasupati

Kerauhan Betari Prajapati
prosesi Masupati
Jero Derwi ngantebang Pemlaspas lan pasupati
Mk.Dalem Mk.Ketut Kania,ngaturang Caru Pemangkalan Agung






Minggu, 30 Juli 2023

DENGAN KEBERSAMAAN SUBAK LIPANG WUJUDKAN IMPIAN.

Hujan lebat yang belakangan ini melanda seantreo Bali,membawa akibat bencana melanda dimana-mana, termasuk di area Subak Lipang banyak terjadi longsor dijaringan irigasinya,sehingga air yang bersumber dari sumber air buka tidak bisa mengairi persawahan Subak Lipang.

Mengatasi musibah tersebut,melalui semangat kebersamaan anggota Subak bergotong royong dengan tenaga ekstra,bahu membahu mengangkat pipa besar yang disumbang oleh Balai Nusa Penida. Klian Subak Lipang I Wayan Megeng memaparkan,selama musim hujan ada 9 lokasi mengalami longsor disepanjang saluran irigasi,yang memang terbentang sepanjang tebing dari sumber air buka ke selatan, terjadi longsor di Dauh Umah hingga mengakibatkan terowongan terputus sepanjang 6 meteran merupa-kan lokasi yang paling parah,disamping posisinya terjal dalam ketinggian puluhan meter juga jalan tidak ada,sehingga perlu tenaga ekstra untuk menanganinya terutama mengangkat pipa dari sunga ke lokasi terowongan,paparnya.

Megeng sosok pekerja keras dan loyal ini,dengan semangat pengabdian tanpa kenal lelah sejak disahkan sebagai klian subak hasil pemilihan tahun 2021,telah banyak melakukan terobosan terutama dalam hal manajemen keuangan dikelola secara transparan,akuntable dan koordinasi yang baik dengan pimpinan adat dan tokoh masyarakat,serta pelaksanaan yadnya berjalan dengan baik menggunakan acuan lontar Dharma Pemaculan serta tidak melupakan sejarah dan tradisi leluhur yang adi luhung. Sosok sederhana dan Sosial ini, tak kenal lelah dan tak perhitungan dalam merintis jalan lingkar Kwanaya-Lipang-Pacung dan Plenda hingga objek wisata air Telaga Surya. Program yang pada awalnya banyak mendapat tantangan terutama dari kelompok kontra program dengan alasan tanahnya agar tidak kena lintasan. Megeng walau agak kurus namun ia sosok tegas dalam mengeksekusi prinsipnya,terbukti dengan berbagai strategi bersama anggota subak mereka yang tadinya menentang kini merelakan tanahnya digunakan jalan setapak karena sudah merasakan dampak dan manfaat adanya jalan lingkar tersebut.

Berdasarkan pengalaman tersebut ia senantiasa berkordinasi dengan pihak terkait dari instansi lokal/adat hingga kepemerintahan di loby hingga sering mendapat bantuan,baik berupa alat pertanian seperti Traktor ,bibit padi dll. Contoh lain yang ya lakukan adalah meloby pimpinan Balai agar sisa pipa air baku Telaga Waja yang tersisa tak terpakai bisa diminta dan dimanfaatkan untuk memperbaik trowongan rawan yang terputus,alhasil lobynya sukses,astungkara irigasi subak lipang kedepannya aman terkendali berkat kepemimpinan guru Wayan Megeng.

Dengan semangat kersamaan semua hal bisa diwujudkan,yang penting saling mengerti dan menghargai, jangan berterimakasih pada saat mereka dibutuhkan dan bertemu punggung saat mereka sudah habis masa aktifnya.(manixs)

Guru Wayan Megeng Klian Subak Lipang.

                                               depan trowongan irigai yang putus sdh.diperbaiki
Mengangkat pipa di medan yang ekstrim.





Rabu, 14 Juni 2023

NGABEN KINEMBULAN KRAMA DESA ADAT TEGENAN WARSA 2023

 Desa Adat Tegenan sane megenah ring wawengkon wewidangan Pura Agung Besakih,wantah sinalih tunggil Desa Adat pinaka Desa Pregunung gumanti desa sane dados pekandel ring sepemargin yadnya ring Pura Agung Besakih,antuk punika sajeroning ngemargiang upacara pitra yadnya nenten kelugra ngeseng utawi nunjel layon mangda nenten nyemerin linggih Ida Betara ring Besakih.

Sajeroning ngemargiang upacara ageng panca yadnya sinalih tunggil ipun Pitra Yadnya,sang sane ngemargiang karya, manut Lontar Dewa Tattwa.10 kebaos “Manah lega dadi ayu, aywa ngalem drewya. Mwang kamagutan, kaliliraning wang atuwa aywa mengambekang krodha mwang ujar gangsul.  Ujar menak juga kawedar denira. Mangkana kramaning sang ngarepang karya aywa simpanging budhi mwang krodha”

Artosipun:

Manah sane ledang lascaria sane patut gamel ,sampunang alem/bridbid ring padruwean yening sampun keanggen meyadnya,sampunang piwal ring piteket nak lingsir sane wikan,sampunang brahmantya,mebaos kasar lan degag.baos sane becik alus banban patut uncarang.Asapunika kepatutan anake sane ngemargyang yadnya. Sampunang piwal ring manah suci Nirmala pinaka agem-ageman ngeyasaang karya.

Selantur ipun manut lontar Widhi Sastra Tutur Tapeni Yadnya(72-73), kebaosang     “…ngaran ling nira Bhatari Tapeni, ngaran Bhatari Uma Dewi sira Hyang ring Pura Dalem, maka lingga gama kerthi ulahing wong kamanusan.  Adruwe pariwara watek apsari maka, Dewi Kancak, Dewi Pradnya, Dewi Wastu mwang Dewi Sidhi, ika pariwaranira mekabehan.

Uduh sira sang umara yadnya, sang parama kerti sang akinkin akerti yasa, nguni weh ta kita sang anggaduh gama-gaman, rengo lingku mangke, dak, sun warahi kita parikraman ing bhkati astiti ring gama tirta, aja sira tan mitulu ri hing ning sastra iki, nimita kweh wetun ikang yadnya, sapta yadnya, sapta yadnya luire: Aswameda yadnya, Siwa yadnya, Dewa yadnya,  Rsi yadnya, Pitra yadnya, Bhuta yadnya, Manusa yadnya, samadania limuwih-aken pada luwih ika tinemuni ya, palan ing yadnya, samangkana juga wineh utamaning kang yadnya, patemuang kunang kang  Agama, Ugama, muang Igama, apan ika ngaran pamurtian Sanghyang Tri Murti, tan wenang amalaku yadnya yan tan ingangge tattwa, ika ingaran Wuta, yan tan ingangge solah ayu sang umara yadnya, ika ingaran Tuli, muah tan ingannge yadnya ngaran rumpuh tan sida karyania, apan sukmania ika kadi anggan sira, ana hulu, ana awak, muang ana juga sukunia, mangkana utamaning kang yadnya. Apan sukmania, yadnya palan ikan yadnya wahya diatmika nemu sira rahayu”…..

Suksmanipun:

..”meparab Bhatari Tapeni utawi Bhatari Uma Dewi, Ida wantah sungsungan ring Pura Dalem, Ida pinaka pengrajeg uger-uger ngemargiang agama ring panegara krama, Ida keabih olih para widyadari sane meparab Dewi Kancak, Dewi Pradnya, Dewi Wastu lan Dewi Sidhi, nika wantah pengabih ida sami.

Uduh dewa-dewa ane lakar ngelarang Yadnya, manira ngicen pewarah-warah kapinang idewa ane demen nyalanang agama, pirengang pewarah manira ne jani,pamekas cening ajak makejang ane demen nyalanang agama tirta/Hindu , sujatine anak liu pepalihan yadnyane, ada pepitu bebacakan yadnya luire ; Aswameda yadnya, Siwa yadnya, Dewa yad-nya,  Rsi yadnya, Pitra yadnya, Bhuta yadnya, Manusa yadnya, mekejang padé utama, keto masi manira ngicen piteket tetuek nyalanang ajaran agama, ugama lan igama sawireh buka tetelu ento tusing ada len tuah Sanghynag Tri Murti nyekala, adungang nyen pantaraning upakara; yadnya muah tattwane, sawireh ento madan yadnya, yening mimpas uli Tattwane ento kebaos “buta”, yening sing manut uli uger-ugering nyalanang yadnya ento madan “bongol”, lan yen sing nganggo upakara ento suksmane “rumpuh’, nirdon gegaene,ento mekejang tusing ada len tuah niasa ukudan iraga , adá ulu/sirah, adá awak/ukudan, lan adá batis, ento kautaman iraga meyadnya, mekarma sekala lan niskala,lakar sida nemuang ane madan morksartam jagatita ya ca iti dharma,baos dane Mk.Manik manggala prawartaka ngaben kinembulan Desa Adat Tegenan.

Selantur ipun dane majarang,Ngaben Kinembulan suksmanipun wantah ngemargiang Upacara Pitra Yadnya sareng-sareng pantaraning krama sane megenah ring Desa Adat Tegenan utawi wargi sios sane kekuubang olih sinalih tunggil krama Desa Adat Tegenan nginutin tata titi sedaging perarem  Desa Adat Tegenan. Manut dane kruna ngaben mawit saking makudang-kudang pinampen,nanging tugesne mekadi ring sor puniki;

1.     wit ipun saking kruna Ngabu(menadosang abu) polih pengiring in kesandiang dados Ngaben inggih punika pula pali menadosang layon punika kageseng dados abu melarapan gni yadiastun alit ngangge nyasa utawi simbul,mekadi ring Tegenan sane kageseng wantah pengawak/simbul layon.

2.     Wenten taler maosang wit ipun saking kruna beyá,polih pengeter ngá pengiring in dados kruna ngábeyánin artos ipun mekelin (tarpana), mawinan Pitra Yadnya punika wenten upecara mekelin/penanjen sang ilang sane sampun mantuk ke desa wayah.

3.     Taler wenten maosang mewit saking kruna api polih pengeter ngá lan pengiring in dados kruna ngapiin ngandi dados ngapen,aksara pá nyatirupa dados aksara bá mawinan ngapen dados aksara ngaben. Api pinaka nyasa Brahma lan Brahman,tetuek ipun mangda sang pitara presida mewali ke Brahman pinaka Sang Sangkan paraning dumadi.

 

Dane taler majarang,ngaben suksmanipun wantah nyuciang angga sariran imanusa sane kebaos Stula Sarira sane mawit saking Panca Maha Bhuta (Akasa,Apah,Teja,bayu lan Pertiwi) kauriping olih Sanghyang Atma taler keiket dening Panca tan matra (Sabda Tan Matra,) sane kebakta saking karma duke mahurip. Mangda presida suci/bersih,sida amor ring acintya mawinan patut kemargiang upacara Ngaben.

Dadosne ngaben punika wantah upacara penyucian sanghyang atma saking panca maha Bhuta mangda presida ngewaliang kegenah suang-suang lan ngelepas sanghyang atma saking stula sarira.

Wenten tigang palet sane patut kemargiang sajeroning ngemargiang upacara Pitra Yadnya,minekadi :

a.     Ngaskara

Ngaskara pinaka serana nyuciang Sanghyang Atma saking Preta manadi Pitara,mangda presida ngungsi Nuah Loka.

b.     Tirta Pengentas.

Tirta Pengentas pinaka piranti memutus sifat  kepurusan (kejiwa-an) lan predana (kebendaan),mangda presida ngungsi brahmaloka.

c.     Prelina.

Prelina piranti ngelebur sarira sang lampus mangda mewali kesangkan paraning dumadi,sanghyang atma mewali ke Parama-atma,prakertin ipun mewali ke bhuana agung,suksman iun ngewaliang ke genah sane patut.

 

 

A.    ATMA WEDANA

Upacara Atma Wedana kebaos Ngeroras utawi Maligya,Mamukur, Nyekah miwah sane siosan,pinaka upacara lanturan saking upacara ngaben sane gumanti metetujon ngelepasang Sanghyang Atma saking Stula Sarira,yeni ng atma wedana ngelepasang Sanghyang Atma saking Suksma sarira mangda presida ngungsi Bhuah Loka. Suksma Sarira sane medasar  Panca Tan Matra,Dasendria miwah sane siosan kasuciang melarapan upacara ngeroras metetujon taler mangda Sanghyang Atma presida amor ing acintya melarapan pengastiti yasa kerti  pertisentanan-ipun taler medasar karma wersanan sanghyang atma. Antuk punika sajeroning atma wedana setata kedasarin antuk tigang sampir minekadi :

a.   Cinandi Bang pinaka niasa Puspa Lingga Sekah,pinaka lingga Sang Dewa Pitara/Leluhur Sanghyang Atma,sanghyang atma sane kekarya-nin pinaka meraga sisya.

b.   Cinandi Petak,pinaka prelambang Puspa Lingga Sangge,pinaka lingga Sang Hyang Antaratma/Dewa hyang pinaka Guru Nabe.

c.   Cinande Hijo mepinda Daksina Lingga pinaka stana Sanghyang Paramatma,Bhetara Kawitan pinaka witning kahuripan ring bhuana agung. Sajeroning pemargia,maiter pang tiga murwa daksina ring bale peyadnyan,pinaka nyasa Sang Pitra manadi Sang Pitara lantur dados Sang Dewa Pitara. Nika mawinan patut pisan titenin ngemargiang yadnya medasar antuk manah suci Nirmala kadi kasurat ring Lontar Dewa tatwa 10,kadi ring ajeng.

 

 Asapunika ketelatarang olih manggala prawartaka karya Mk.Manik Puspayoga ritatkala ngawitin paruman ngerincikang dudonan karya pitra yadnya ring Bale Desa Adat Tegenan daweg rahina Wraspati Wage Watugunung,pinanggal 18 Mei 2023

 


Kamis, 26 Januari 2023

NGUSABA PITRA DALEM SUCI DALAM MITOS MAYADENAWA


 Mayadanawa adalah sebuah cerita yang merakyat merupakan gabungan antara cerita sejarah dan mitologis. Cerita inilah yang melatar belakangi munculnya pelaksanaan ,Ngusaba Dalem Puri,Hari Raya Galungan  Kuningan dll.bagi umat Hindu di Bali.Cerita yang diceritakan secara turun temurun, tentu masing-masing daerah mempunyai versinya sendiri-sendiri ,tergantung dari kompetensi orang yang menceritakannya,tetapi secara garis besarnya memiliki kontek yang sama.Ceritanya sebagai berikut :

Pada zaman dahulu, bertahta seorang raja Mayadanawa, keturunan Daitya (Raksasa) di daerah Balingkang (sebelah Utara Danau Batur), anak dari Dewi Danu Batur. Beliau adalah raja yang sakti dan dapat mengubah diri menjadi bentuk yang diinginkannya. Beliau hidup pada masa Mpu Kul Putih. Oleh karena kesaktian sang raja, daerah Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan dapat ditaklukkannya. Karena kesaktiannya, Mayadenawa menjadi sombong dan angkuh. Rakyat Bali tak diizinkan lagi menyembah Tuhan, dilarang melakukan upacara keagamaan dan merusak semua Pura. Rakyat menjadi sedih dan sengsara, namun tak kuasa menentang Raja yang sangat sakti.

Rakyat kalau mau sembahyang ke Besakih dihadang dan dilarang, bila ketahuan akan dipenggal, keadaan Besakih  waktu itu berupa hutan belantara , rakyat mau tangkil dengan cara sembunyi-sembunyi,berbekalkan ketupat karena perjalanannya jauh, mereka berhenti pada suatu tempat yang ada airnya untuk makan ketupat, maka tempat itu kemudian dinamakan Toya Ketipat,pasukan Mpu Kul Putih memantau kehadiran pasukan Mayadenawa dari suatu tempat melihat lihat, maka tempat itu dinamakan Peliatan sedangkan tempat pasukan Mpu Kul putih menghadang pasukan Mayadenawa selanjutnya diberi nama Pengadangan. Suatu Ketika saking takutnya masyarakat belum sampai ke Besakih maka pada suatu tmpat tinggi di tegalan melakukan persembah-yangan ngayeng,namun sangat sial pasukan Mayadenawa datang mengejar dan pemedek lari tunggang langgang sehingga kerudung sesajinya yang berupa saab tertinggal maka tempat itu kemudian diberi nama Tegal Saab, naasnya rakyat yang tak kuat lari beberapa meter keutara dapat ditangkap dan oleh pasukan Mayadenawa langsung mereka di penggal maka tempat itu dikenal dengan nama Munggal. Dimana semua tempat itu berada di wilayah Tegenan yang asal katanya dari Tegen atau pikul yang dipimpin zaman dulu oleh Ki Pasek Pikulan karena mempunyai kewajiban mikul/ mundut Ida Betara ring Besakih sebagai bagian wilayah pregunung Besakih.

Selanjutnya kehidupan rakyat semakin menderita,tanaman penduduk menjadi rusak dan wabah penyakit menyerang di mana-mana karena dihantui oleh rasa takut dan cemas. Melihat hal tersebut, Mpu Kul Putih melakukan yoga semadhi di Pura Besakih untuk mohon petunjuk dan bimbingan Tuhan. Beliau mendapat pawisik/petunjuk agar meminta pertolongan pada Tuhan. 

Kemudian diceritakan pertolongan datang dari sorga, yang dipimpin oleh Bhatara Indra dengan pasukan yang kuat dan persenjataan lengkap. Dalam penyerangan melawan Mayadanawa, pasukan sayap kanan dipimpin oleh Citrasena dan Citrangada. Pasukan sayap kiri dipimpin oleh Sang Jayantaka. Sedangkan pasukan  induk dipimpin langsung oleh Bhatara Indra. Pasukan cadangan dipimpin oleh Gandarwa untuk menyelidiki keadaan keraton Mayadanawa, dengan mengirim Bhagawan Naradha.

Menyadari kerajaannya telah terancam, Mayadanawa mengirimkan mata-mata untuk menyelidiki pasukan Bhatara Indra serta menyiapkan pasukannya. Ketika pasukan Bhatara Indra menyerang, pasukan Mayadanawa memberikan perlawanan yang hebat. Pasukan Bhatara Indra unggul dan membuat pasukan Mayadanawa melarikan diri bersama patihnya yang bernawa Kala Wong. Karena matahari telah terbenam, peperangan dihentikan. Pada malam harinya,  Mayadanawa menciptakan mata air yang beracun di dekat tenda pasukan Bhatara Indra. Agar tidak meninggalkan jejak, ia berjalan mengendap dengan memiringkan telapak kakinya, sehingga daerah itu kemudian dikenal dengan nama Tampak Siring.  Keesokan harinya banyak pasukan Bhatara Indra yang jatuh sakit karena minum air yang beracun. Melihat hal itu, Bhatara Indra kemudian menciptakan mata air yang kemudian dinamakan Tirta Empul , dan semua pasukannya bisa disembuhkan kembali. Bhatara Indra dan pasukannya melanjutkan mengejar Mayadanawa. Untuk menyembunyikan dirinya, Mayadanawa mengubah dirinya menjadi Manuk Raya (ayam), dan daerah tersebut dinamakan Desa Manukaya. Bhatara Indra tak bisa ditipu dan terus mengejar. Mayadanawa mengubah dirinya menjadi Buah Timbul sehingga daerah itu dinamakan Desa Timbul ,kemudian menjadi Busung (janur) sehingga daerahitu dinamakan Desa Blusung , menjadi Susuh sehingga daerah itu dinamakan Desa Panyusuhan, kemudian menjadi Bidadari sehingga daerah itu dinamakan Desa Kadewatan dan menjadi Batu Paras (batu padas) bersama patihnya Si Kala Wong.

Batu padas tersebut dipanah oleh Bhatara Indra sehingga Mayadanawa dan patihnya men emui ajalnya. Darahnya terus mengalir membentuk sungai yang disebut Sungai Petanu. Sungai itu dikutuk oleh Bhatara Indra, jika air sungai itu digunakan untuk  mengairi sawah akan menjadi subur, tetapi ketika dipanen akan mengeluarkan darah dan berbau bangkai. Kutukan ituberumur 1000 tahun.

Dengan matinya Mayadenawa dan patihnya,maka kehidupan mulai tentram dan sebagai rasa syukur atas kemenangan dharma melawan kebatilan ,rakyat merayakan dengan suka cita yang kemudian dikenal dengan nama Galungan, termasuk upacara keagamaan di Pura Besakih kembali normal dilaksanakan atas bimbingan Mpu Kul Putih. Rakyat dibimbing membuat banten,sesaji, melaksanakan puja bakti kepada leluhur,Betara-Betari kawitan,Dewa-Dewi dan Tuhan yang maha Esa/Ida Hyang Widi Waca.

Disisi lain setelah hancurnya Mayadenawa,raja Bali Sri Jaya Kasunu mendapat pawisik di Pura Dalem Puri  dulu dikenal Pura Dalem Kedewatan,adalah stana Bhatari Durga,yang memberi pewarah-warah agar sang raja melaksanakan upacara Eka Dasa Rudra, Tawur Kesanga, Galungan, Kuningan ngusaba Dalem Puri pada  sasih kepitu penanggal 1,3,5 nemu kajeng dan upacara lainnya untuk ketentraman jagat Bali rajya.

Dari sinilah tahun 85 caka sang raja Sri Aji Candra baya mulai berbenah menata kehidupan beragama di Bali,dimana menurut Lontar Padma Bhuana yang berstana di Pura ini(Dalem Puri) adalah Shiwa Wairocana di Dalem Puri menjadi "BHATARI PERTIWI" (ibu) yang tercipta dari Panca Brahma yang terletak di tengah Padma Bhuana sebagai aksara ING.

Kedudukan Pura Dalem Puri merupakan induknya Pura di Pulau Bali, dimana Pura Basukih (Puseh Jagat) yang disthanakan Sanghyang Antha ciwaditya BAPA AKASA dan Pura Dalem Puri yang disthanakan adalah Bhatari Pertiwi (IBU) inilah yang menjadi induk Pura di Pulau Bali.

Pura Dalem Puri posisinya di sebelah selatan Pura Penataran Agung yang fungsinya seusai ngaben, ngeroras Umat Hindu melakukan upacara mendak dan Nuntun Sang Pitara untuk distanakan di Sanggah atau Pemerajan masing-masing.

Pura Dalem Puri merupakan stana saktinya atau kekuatan magis religiusnya dari Dewa Siwa yakni Uma Dewi atau Dewi Durgha. Karenanya pintu masuk Pura Dalem Puri ini berhadap-hadapan dengan pintu masuk Pura Penataran Agung Besakih (Siwa) yang berbentuk Candi Bentar.

Dalam Sarasamuscaya alam akherat disebut juga Para Loka yang terdiri atas Surga dan Neraka dan disinilah divisualisasikan sebagai simbol Surga neraka sekaligus simbul pengadilan roh manusia yang telah meninggal akan menuju para loka.

Selanjutnya sketsa Pura Dalem Puri di Utama Mandala  yang dibatasi tembok pembatas adalah simbol Surga,sedangkan di Madya mandala ada Pura Prajapati yang distanakan Sanghyang Yamadipati sebagai penguasa roh manusia yang menuju alam niskala atau para loka,Di sinilah pengadilan pertama roh yang telah lepas dari badan wadahnya. Bisa masuk sorga dan juga bisa masuk neraka tergantung karmanya dalam kehidupannya di bumi ini.

Sedangkan areal Nista Mandala yaitu di lapangan di luarnya disebut Tegal Penangsaran adalah simbol Neraka dan terdapat pelinggih yang juga dinamakan Pelinggih Tegal Penangsaran, dibelakang pelinggih itu terdapat pohon besar yang disebut Taru Curiga merupakan simbol pohon berbuah senjata tajam yang tumbuh di Neraka.

Di depan pintu masuk Utama Mandala Pura Dalem Puri, ada pelinggih yang disebut pelinggih Titi Gonggang dan Bale Peangenangen, Titi Gonggang adalah jembatan gantung yang tak henti bergoyang-goyang yang berada di ujung Neraka para Roh harus melewatinya usai melintasi Neraka.Sedangkan Bale Peangen-angen adalah tempat beristirahatnya para Roh sebelum diputuskan akan masuk ke Pura Dalem Puri (Surga) atau Reinkarnasi ke Bumi. Umat Hindu di Bali percaya bahwa Roh yang lebih banyak berbuat dharma ketimbanng adharma akan diterima "ngayah" atau mengabdi di Pura Dalem Puri, simbol Surga.Sedangkan roh yang berbuat adharma lebih banyak belum diterima di Pura Dalem Puri dan ditempatkan di areal Tegal Penangsaran, simbol neraka. Karena itulah setiap Usaba Dalem Puri umat berduyun duyun datang ngaturang bakti mendoakan leluhurnya agar mendapatkan tempat yang layak dan kalau bisa amor ing Acintya/menyatu dengan Brahman. Bahkan tidak cukup sampai disana bagi desa-desa pregunung,usai Ngusaba Dalem Puri 3 hari kemudian,5,11 atau 30 hari kemudian dilaksanakan Ngusaba Pitra di masing-masing Pura Dalemnya sebagai wujud syukur karena para leluhurnya usai ngayah di Dalem Puri dan sebagai ucapan terimakasih pada para Dewa khususnya Dewi Durga Parwati sebagai penguasa roh.

Khusus untuk Desa Adat Tegenan Ngusaba Pitra dilaksanakan tiga hari setelah puncak ngusaba Pura Dalem Puri dan dilaksanakan di Pura Dalem Suci oleh Desa Seket, kenapa demikian karena dulunya ketika warga Desa berjumlah 50 KK(séket),Pura Dalemnya masih di lingkungan Kuuman Dalem sebagai radius wilayah Dalem Puri, bahkan kuburanpun dekat disana. Ketika zaman Mayadenawa masyarakat hijrah keselatan membuat pemukiman desa,mulai menata lingkungan maka Pura Dalem dan kuburan dipindah keselatan yang kemudian Bernama Pura Dalem Putra ditandai dengan pemancangan 2 pohon Jepun Bali. Untuk kelengkapan kahyangan desa sebagai wilayah pemukiman desa maka dibangunlah Pura Puseh Bale Agung yang diawali dengan pembangunan 2 buah batu besar sebagai stana betara lingsir (pertama didirikan) yang diprakarsai oleh 3 warga/dadia yakni Pasek Pikulan,Pasek Glagah dan Pasek Batudinding, yang mungkin ketiga dadia ini sebagai perintis lebih awal bermukim di tempat ini,sehingga sampai sekarang ketiga dadia ini setiap upacara piodalan di Pura Puseh mempunyai kewajiban ngaturang banten pekenak di ajeng Ida Betara sebelum katuran Piodalan.Namun disisi lain menurut fakta lapangan Jero Mangku Wayan Sulandri mengatakan bahwa Dadia yang pertama datang ke Tegenan adalah Dadia Pasek Gelgel Ibu Kanginan dan Dadia Pasek Kayu Selem Puseh Kajanan yang sekarang disebut Pasek Celagi,waktu itu Tegenan atau Pikulan masih merupakan hutan belantara dan dengan kedatangan Dadia Ibu Kanginan wilayah ini dirabas dan kemudian datang penglingsir tiang dari Songan,maka tanah ini dibagi sehingga hanya dua dadia inilah yang punya ayahan dadia,dadia lain tidak ada,pungkasnya. Demikian juga Desa Karang yang merupakan awal dari desa ini,maka yang awalnya mendapat adalah kebanyakan dari dua dadia ini,dadia lain datangnya belakangan sebagai pendatang baru,tegasnya. Percaya atau tidak,itu adalah sejarah,kata Bung Karno JAS MERAH (Jangan sekali-kali lupa pada sejarah) karena dalam sejarah ada fakta dan realita yang mengandung unsur kekuatan alam. Zaman boleh berubah,tetapi keyakinan terhadap rta/hukum alam jangan sampai disingkirkan oleh kaum yang haus kemajuan tanpa adab,maju boleh jangan lupa pada jasa leluhur,karena beliaulah kita ada,sangat naif bila kacang lupa kulitnya.Astungkara rahayu.  (dirangkum dari berbagai sumber lontar dan lontar tanpa sastra)*by.manixs

  

 Pelaksanaan upacara ngusaba di Dalem Puri oleh umat hindu,(doc/manixs)

Prosesi ngelabain layuban sode adalah simbul anugrah dari  leluhur(manixs)