Bali adalah sebuah pulau dengan penduduknya dominan beragama hindu,dengan ciri khas budaya yang kaya akan pilosofinya dan berpadu dalam ritual keagamaan,sehingga dalam kontek pelaksa-naan ajaran agam Hindu Bali adalah perpaduan anatara agama,adat dan budaya terbalut menjadi satu dalam sebuah relegi.
Sesuai konsep dasar dalam ajaran hindu yang berupa Tattwa,Susila dan Upacara/retuil yang dilandasi dengan Tri Hita Karana yakni tiga unsur penyebab kebahagiaan yaitu bagaimana kita sujud bakti pada Sang Pencipta(Parhyangan),bagaimana kita berinteraksi antara manusia sebagai makluk sosial(Pawongan) dan bagaimana kita berprilaku terhadap lingkungan(Palemahan),bila ketiga unsur itu terjalin keselarasan maka kebahagiaan itu akan bias terwujudkan,baik dunia maupun akhirat, moksartam jagatita ya ca itti dharma.
Dalam hal implemantasi Parhyangan banyak ritual yang dilakukan umat Hindu di Bali,salah satunya adalah perayaan Tumpek Landep,yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan ranah kehidupan, termasuk pada masa mellineum ini,yang serba digital dan semakin canggih,memang agama kita adalah agama yang flexible menyelaraskan sesuai dengan perkembangan masa,dimana manusia hidup dan berakselerasi,demikian pula dengan pelaksanaan Tumpek Landep.
Tumpek Landep,berasal dari kata Tumpek dan Landep. Tumpek dalam Kamus Jawa Kuno disebutkan berasal dari kata “tampa” artinya turun,kemudian mendapat sisipan”um” menjadi kata “tumampa”, kemudian mengalami perubahan konsonan menjadi “tumampek” yang kata dasarnya “tampek” artinya dekat. Sedangkan kata “landep” identik dengan kata lancip atau tajam,dalam hidup ini apa yang perlu ditajamkan ? tiada lain adalah Citta,Budhi dan Manah. Dengan demikian Tumpek Landep itu mengandung makna menajamkan Citta,Budhi dan Manah atau pikiran sehingga mampu mendekatkan wahyu Tuhan sehingga kita memiliki wiweka dalam hidup ini.
Disamping itu ada juga berpendapat bahwa Tumpek itu berasal dari kata Metu(bertemu) dan Mpek (akhir),maksudnya adalah pertemuan hari terakhir antara Panca Wara(Klion) dengan Sapta Wara (Sabtu) sehingga bertemu Sabtu Klion yang disebut Tumpek.
Pada awalnya yang diupacarai dalam hari raya Tumpek Landep ini adalah perabotan atau senjata-senjata yang tajam(landep) seperti keris,tombak,pedang dan sebagainya,utamanya alat-alat perang agar mempunyai tuah yang hebat,seperti keris mpu gandring,dll. Jadi initinya simbolis perayaan ini adalah upacara “keris” kalau kita perhatikan mempunyai tiga kekuatan mahis yaitu:
1. Rai disebelah kanan adalah adalah simbul kekuatan Hyang Brahma yang disebut sakti atau sakta artinya apa yang dimaksudkan/dipikirkan ada/terwujud.
2. Rai disisi kiri adalah kekuatan Hyang Wisnu yang disebut Sidhi/sida yang mengandung arti kebersihan
3. Ujung keris mengandung simbul kekuatan Hyang Siwa disebut mandhi/mandha yang berarti mengalir.
Dengan demikian keris itu melambangkan ketajaman citta,bhudi dan manah yang bersih (sidhi)bisa membedakan baik buruk,sehingga bisa mengalirkan energy yang positif (mandhi) untuk mewujudkan apa yang dikehendaki bisa terwujud(sakthi) melalui segala bentuk anugrah dari Sang Hyang Widhi kedunia yang selalu bersifat “Wahya” dan “Diatmika”, agar tetap terjaganya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara dunia dan akherat/sekala niskala.
Disamping itu senjata keris juga merupakan budaya hindu yang mengandung nilai – nilai tattwa yang tinggi dan sakral, antara lain ketika ada upacara mendem pedagingan ,keris juga ambil bagian sebagai salah satu sarananya, ketika upacara ngenteg linggih dalam prosesi nuek bagia pula kerti juga menggunakan senjata keris,upacara manusa yadnya perkawinan dalam nebek/nues tikeh dadakan juga menggunakan keris,upacara ilen-ilen ngurek/narat sarananya juga keris,senjata jaga baya/pecalang juga keris dan masih banyak lagi kegunaan keris.
Dalam pelaksanaan upacara tumpek landep yang dipuja adalah Dewa Pasupati,kata Pasupati berasal dari kata “Pasu/sato/sattwa/inti artinya kebenaran” dan “Pati artinya sumber” jadi kata pasupati berarti “kekuatan yang timbul, tetap bersumber pada kebenaran”.
Namun kenyataannya dizaman mellineal sekarang banyak diantara kita dikalangan umat hindu tidak memiliki warisan keris dan atau melestarikan keris,sehingga pelaksanaan upacara tumpek landep identik dengan “otonan kendaraan,baik sepeda motor,mobil dan lat-alat yang terbuat dari besi atau logam”, nah salahkah itu karena melenceng dari tujuan awalnya ? jawabannya saya yakin tidak,karena semua sudah melaksanakan demikian adanya, dan kita tahu agama kita pleksibel ,membuat suatu perubahan sesuai dengan situasi kondisi dan kesepakatan bersama dan diikuti secara bersama,kalau tooh dibilang salah,kenapa banyak orang yang melaksanakan ?. semua itu pada intinya sebagai wujud syukur atas anugrah Tuhan ,kita bisa memiliki kendaraan untuk kesejahtraan kita,ketika digunakan agar selamat tidak membahayakan karena mendapat perlindungan dari Tuhan. Sesungguhnya yang perlu diperhatikan adalah konsep dasar Agama kita yang ke dua yaitu etika atau susila dalam pelaksanaannya. Janganlah dalam tumpek landep itu memajang banten didepan kendaraan,seolah-olah kita memuja mobil,nanti orang bilang musrik segala macam,memang Tuhan ada dimana-mana,cuman etikanya kurang pas. Kalau memang ingin di mobil,buatlah plangkiran di garase mobil dan disana distanakan Sang Hyang Pasupati dan Sang Hyang Ulang Alu(dewanya sopir),jadi etislah kita sembahyang di plangkiran,dibawahnya beralaskan meja dengan lapis kain taruhlah sesajen,pemangku nganteb,yang punya di belakang pemangku kemudian dibelakang/disamping kita baru kendaraan,cukup dipresista dengan ayaban banten sekemampuan kita,dengan terlebih dahulu nunas tirta pasupati di merajan/pura yang sesuai,pemujaan,sembahyang baru ayaban kendaraan.Demikian semoga ada manfaatnya.(manixs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar