A.Rasional.
Desa
Adat Tegenan yang berada di Kawasan Pura Agung Besakih adalah salah satu Desa
Pregunung yaitu desa yang mempunyai tanggungjawab moral dalam prosesi upacara
di pura kahyangan jagat terbesar di Bali itu,seperti kewajiban niskala ngiring
dan mundut Ida Bhatara dalam kegiatan melasti yang dibagai sesuai warisan
tradisi leluhur,kalau di Desa Karang Tegenan mendapat tugas mundut Ida Bhetara
Dalem Puri,Batusesa bertugas mundut Ida Bhetara Lingsir dan demikian juga
dengan desa pregunung lainnya. Sehubungan dengan swadarma tersebut,maka setiap
aspek religius upacara yadnya selalu dihubungkan dengan kesucian dan kesusilaan
prilaku beryadnya,seperti misalnya upacara pitra yadnya di pregunung Tegenan dan
desa pregunung lainnya tidak diperkenankan membakar mayat,yang dilakukan adalah
mengubur mayat,karena kalau membakar maka asapnya akan membuat
cemer/kotor/sebel area suci Pura Agung
Besakih. Demikian pula dengan upacara yadnya lainnya tetep melakukan etika
sesana berhubungan dengan tradisi kesucian Pura Agung Besakih seperti piodalan
di Pura pantang dilaksanakan bersamaan dengan upacara/ karya di Pura Agung
Besakih utamanya Purnama Kedasa. Upacara yadnya lainnya seperti manusa yadnya
perkawinan juga tetap menjaga kesucian agar tidak kesebelan atau cemer sehingga
prosesi pelaksanaan wiwaha terutama ketika ada krama yang kawin keluar sebagai
pihak predana wajib memperhatikan sesana atau etika ini,yang pada intinya untuk
kerahayuan pertisentana kedepannya.
Melaksanakan wiwaha atau perkawinan bagi umat Hindu memiliki makna yang sangat penting,dalam Catur Asrama, wiwaha termasuk fase Grehasta Asrama. Memasuki fase Grehastha "wiwaha" merupakan fase yang maha mulia, seperti dijelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra; bahwa wiwaha bersifat sakral, wajib hukumnya, dalam arti harus dilakukan oleh setiap orang yang hidupnya normal. Melaksanakan wiwaha bagi umat Hindu yang sudah cukup umur merupakan salah satu amanat dharma dalam hidup dan kehidupan ini.
Perkawinan atau wiwaha tidak baik jika dilakukan
karena dipaksakan, pengaruh orang lain, dan sikap kekerasan yang lainnya. Hal
ini perlu dipahami dan dipedomani untuk menghindari terjadinya ketegangan
setelah menjalani Grehasta Asrama. Wiwaha hendaknya dilandasi oleh rasa kasih
dan sayang,saling mencintai, saling mempercayai, saling menyadari, kerja sama,
saling mengisi, bahu-membahu dan yang lainnya dalam setiap kegiatan rumah
tangga.Terbentuknya keluarga bahagia dan kekal haruslah disertai adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban,
hak dan kewajiban serta kedudukan suami dan istri harus seimbang sesuai
swadharmanya ,suami sebagai kepala keluarga sedangkan istri sebagai kepala
rumah tangga.
Menurut ajaran agama Hindu, perkawinan itu adalah
“yajna” sehingga orang yang memasuki ikatan perkawinan menuju Grehastha Asrama
merupakan lembaga suci yang harus dijaga keberadaannya dan kemuliaannya. Pada
masa Grehastha inilah seseorang dihadapkan pada tiga usaha yang harus
dilaksanakan, yaitu memenuhi hal-hal berikut.
- Dharma yaitu aturan-aturan yang harus ditaati
dengan kesadaran berpedoman pada Dharma Agama dan Dharma Negara.
- Artha yaitu segala kebutuhan rumah tangga berupa
material dan pengetahuan yang harus terpenuhi.
- Kama yaitu rasa kenikmatan atau kebahagiaan yang dapat diwujudkan dalam berkeluarga. Setiap keluarga Hindu harus mampu hidup dalam kesadaran, sujud kepada TuhanYang Maha Esa/Ida Sang Yang Widhi Wasa, bebas dari kegelapan, selalu giat bekerja dan sadar untuk beryadnya, sehingga tercipta keluarga yang tenteram, harmonis, dan damai serta abadi, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:151).
B.Pengertian Perkawinan
1. Menurut Undang-Undang No. 1
tahun 1974 ,yang disempurna-kan dengan perubahan menjadi Undang Undang No. 16
tahun 2019, pasal 1 menjelaskan, bahwa: "Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) baru yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", (Mudana dan
Ngurah Dwaja, 2014:149).
2. Pawiwahan menurut Hindu adalah upacara yang sakral dimana seorang laki-laki dan perempuan
mengikatkan diri secara lahir bathin sebagai suami istri untuk membangun rumah
tangga yang harmonis melalui suatu upacara pembersihan secara sekala dan
niskala.
Menurut definisi tersebut, perkawinan adalah adanya ikatan antara dua orang (pria dan wanita) secara lahir maupun batin. Mereka berkumpul dengan membentuk rumah tangga yang baru dan bahagia. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan agama. Perkawinan bukan hanya mengutamakan dan mempunyai unsur jasmani semata tetapi juga unsur batin atau rohani. Perkawinan bukan hanya sekedar hubungan biologis yang mendapatkan legalitas melalui hukum sehingga mereka dapat secara leluasa memenuhi kebutuhan seksnya, tetapi lebih dari itu. Perkawinan atau wiwaha identik dengan upacara yajna, yang menyebabkan kedudukan lembaga perkawinan sebagai lembaga yang tak terpisah dengan hukum agama, dan menjadikan hukum Hindu sebagai dasar persyaratan. Legalnya suatu perkawinan “di Bali” ditandai dengan pelaksanaan ritual, yaitu upacara wiwaha seperti upacara byakala atau mabyakaonan.
C. JENIS
PERKAWINAN DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA
DI
DESA ADAT TEGENAN.
Perkawinan atau pernikahan yang umum dilaksanakan di Desa Adat Tegenan adalah sebagai berikut:
1.Memadik/Meminang.
Jenis
pernikahan ini yang paling umum dilakukan dewasa ini,karena didasari oleh restu
kedua belah pihak baik purusa maupun predana sama-sama suka atau pada arsa,maka
disebut dengan perkawinan arsa wiwaha.
Rangkaian perkawinan ini diawali dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. ~. Mesedek /Mererasan/Mekruna
Mesedek adalah acara keluarga inti,Dimana keluarga purusa (ayah,ibu,kakak,adik,misan calon mempelai laki laki) berkunjung ke rumah calon mempelai Wanita,menyatakan maksudnya untuk rencana meminang anak gadisnya,dengan terlebih dahulu tentunya calon mempelai laki laki sudah menyampaikan maksudnya kepada calon mertuanya.terlebih dahulu. Pada acara ini hanya sebatas keluarga initi,dengan membawa sekedar oleh-oleh kepada pihak purusa sebagai dasar pembicaraan. Yang dibahas rencana berikut-nya kapan dilaksanakan sehingga bersepakat untuk kelancaran acara berikutnya yakni Darma Suaka. Karena sudah ada kesepakatan,maka agar acara berikutnya lancar dilanjutkan acara secara niskala matur piuning mohon restu ring Bhetara Kawitan dan atau Ibu kawitan,Hyang Dewa,kahyangan tiga dan atau kahyangan lainnya yang dianggap penting,namun bisa juga dilakukan pada saat acara mepamit,tergantung dadia masing-masing. Calon mempelai Wanita Bersama keluarganya matur piuning 3 hari atau 1 hari sebelum acara puncak,karena apabila setelah itu si wanita sudah masuk masa kesebelan karen akan fokus pada persiapan perkawinannya.
b. ~.Darma Suaka.
Pelaksanaan
acara darma suaka lebih luas lingkupnya,karena dihadiri oleh prejuru dadia,keluarga
besar dadia pihak predana,juga pihak purusa. Dalam acara ini kelengkapan yang
dibawa adalah banten pejati untuk matur piuning di betara guru dan 1 lagi
ditempat acara dilengkapi dengan canang pengraos. Agendanya setelah usai
disuguhi minuman penyanggra dengan basa basi dan
perkenalan, maka acara resmi pedarma suakaan dimulai dengan pemangku
yang ditunjuk tuan rumah mulai ngaturang/ngantebang banten pejati,setelah itu
baru kemudian juru bicara tuan rumah(predana) nyapa pinaka penyanggra,intinya
menyampaikan informasi pesedek yang sudah dilakukan sebelumnya dan meminta
pertegas tujuan kehadirannya. Setelah pihak purusa memaparkan tujuan dan
Langkah langkahnya,maka pihak predana menanyakan pada anaknya agar mempertegas
dihadapan saksi keluarga besar akan kesediaanya menerima pinangan.
Setelah jelas
kesediaan calon mempelai Wanita dan laki laki sepakat kejenjang grehasta
asrama,maka orang tua/keluarga kedua belah pihak memberi wejangan tatacara dan
Langkah menghadapi jenjang grehasta asrama/wiwaha ,kemudian klian dadia atau
prejuru memberikan kesaksian dan restu atas rencana pernikahan tersebut mereka
berdua,karena sudah direstui oleh kedua belah pihak,serta mengharapkan bisa
mewujudkan keluarga sukinah sukam bawantu memiliki anak yang suputra. Pada saat
itu mempelai Wanita bisa diajak langsung ke mempelai laki-laki,kalau tidak
diambil,maka pada acara puncak,pagi harinya diambil untuk melaksanakan
pekala-kalaan/merebu (Bhuta Saksi), tergantung pihak purusa.
c. ~. Wiwaha Samskara (pengesahan perkawinan oleh Manusa
Saksi)
Tahapan pawiwahan ini adalah tahapan puncak,dimana
setelah melaksanakan upacara mebyekaon,pekala-kalaan,kedua mempelai kembali
kerumah bajang/Perempuan untuk melaksanakan Wiwaha Samskara yaitu penyelesaian
upacara wiwaha dengan saksi dari pihak Klian Banjar Adat,Bendesa dan Klian
Banjar Dinas secara kedinasan dari pihak Pursa dan Predana. Tahapannya,setelah mempelai
mesayut di lebuh ,lanjut berkumpul ditempat yang sudah disediakan ,Bersama orang
tua,klian dadia dan saksi-saksi bersilaturahmi menikmati suguhan yang
dihidangkan oleh pihak predana,maka acara Wiwaha Samskara dimulai dengan
ngaturang bakti pejati,canang pengraos dan kelengkapan lainnya. Usai pemangku
nganteb,maka acara dibuka oleh keluarga pihak predana/tuan rumah,memperkenalkan
para saksi dan keluarga yang menyambut para tamu dan keluarga mempelai juga menjelaskan
rangkaian acara yang sudah disepakati sebelumnya,sehingga kronologi perkawinan
itu diketahui oleh para saksi. Selanjutnya perwakilah pihak purusa juga
memperkenalkan para saksi dan keluarga yang diajak untuk mengikuti acara Wiwaha
Samskara ini. Usai kedua belah pihak menyampaikan sistematika perkawinan itu,
maka pengantar acara terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada Klian Banjar Adat
predana sebagai saksi pertama dan akan melepas warganya dari catatan data krama,kemudian
diserahkan kepada Bendesa,sekaligus memberi nasehat kepada mempelai berdua,dan
menjelaskan ilikita perarem tentang kawin keluar, kemudian kramanya mulai saat
itu dilepas dari cacah jiwa Desa Adat predana,kemudian giliran saksi berikutnya
adalah Bendesa Purusa,menerima dan akan mencatat Wanita tersebut sebagai
warganya dan bendesa langsung menyerahkan uang penepak suara /pengepik cacah
jiwa dan bakti pejati katur ring Bhagawan Penyarikan Bale Patok ,uang dan
banten tersebut diserahkan Kepada bendesa predana. Kalau disaksikan oleh Klian
banjar Purusa,maka Bendesa menyerahkan pencatatan cacah jiwa mempelai Perempuan
kepada Klian Banjar yang bersangkutan. Usai saksi Adat maka dilanjutkan saksi
dari Banjar Dinas Predana dan Purusa,kemudian dilanjutkan dengan penanda
tanganan berita acara perkawinan dari masing-masing pihak. Acara selanjutnya
seserahan pewarangan dari pihak orang tua Purusa kepada orang tua Predana,berupa
base buah,tuak arak dan runtutannya. Di era sekarang kalau ada acara
pasang/tukar cincin/sunting ali ali tresna, maka kesempatan inilah saatnya.
Selesai acara tukar cincin ada doa wiwaha dan diakhiri dengan penyineb bakti
pengraos dengan ngedetin peras oleh para saksi dan mempelai beserta orang tuannya
masing-masing,atau simpelnya susunan acara Wiwaha Samskara adalah sebagai
berikut (sebelumnya pemangku sudah ngantebang bakti pejati dan bakti pengraos) :
ü
Pemahbah/Pembukaan oleh pengeter baos/tuan rumah
ü
Pengaksama:
v
Pihak Predana
v
Pihak Purusa
ü
Saksi-saksi sah pekesah:
v
Klian Banjar Adat Predana yang melepas kepada
Bendesa Predana
v
Bendesa Predana melepas kepada Bendesa Purusa,
v
Bendesa Purusa menerima warga predana (mem-pelai Perempuan) sekalian menyerahkan putusan perarem tentang
ketentuan wiwaha.
v
Klian Banjar Adat Purusa menerima pencatatan
warga baru di Banjarnya.
v
Kliana Banjar Dinas predana melepas warganya
v
Klian Banjar Dinas Purusa menerima sebagai warga
baru.
Catatan : untuk pengaksama pihak purusa sekalian bisa
diwakilkan pada pihak prerdana untuk efesiensi waktu,karena acara keluarga
sudah selesai saat medarma suaka. Dalam acara saksi masing-masing saksi memberi
sedikit nasehat kepada mempelai, tapi yang diutamakan adalah kehadiran mereka
sebagai saksi adat dan dinas.
ü
Penandatanganan berita acara pencatatan dan saksi
pawi-wahan baik adat maupun saksi dinas.
ü
Serah Terima Pewarangan dari Purusa kepada
keluarga/ orang tua Predana.
ü
Doa/Puja Pengastuti Wiwaha: contoh
Om Sarwa Sukinah Bhawantu. Om Lasksmi, Sidhis ca Dirgahayuh astu tad astu swaha..
artinya semoga kedua
mempelai dapat membangun keluarga yang Sukinah(selalu harmonis dan berbahagia),sejahtera
lahir batin, teguh, tangguh, tegar, dan kuat menghadapi segala masalah yang
menerpa,agar pernikahan berumur panjang dan tidak akan tercerai berai.
Mohon Keharmonisan :
Om iha iva stam ma vi yaus
tam ,Wiswam ayur vyasnutam,Kridantau putrair naptrbhih Modamanau
swe grhe Artinya:Ya Tuhan, anugerahkanlah kepada pasangan pengantin
ini kebahagiaan, keduanya tiada terpisahkan dan panjang umur. Semoga penganten
ini dianugerahkan putra dan cucu yang memberikan penghiburan, tinggal di rumah
Doa mohon ketenangan rumah tangga :
Om visovisovo
atithim,Vajayantah purupriyam,Agnim vo duryam vacah,Stuse sasasya manmabhih. Artinya: Ya Tuhan, engkau
adalah tamu yang datang pada setiap rumah. Engkau amat mencintai umatmu. Engkau
adalah sahabat yang maha pemurah. Perkenankanlah hamba memuja-Mu dengan penuh
kekuatan, dalam ucapan maupun tenaga dan dalam lagu pujian.
Doa mohon cinta kasih-Nya :
Om
vicakrame prthivim esa etam,Ksetraya visnur manuse dasasyan,Kruvaso asya kiraya
janasa,Uruksitim sujanima cakara. Artinya: Om Sang Hyang Widhy Wasa,
Engkau Hyang Wisnu yang membentang di bumi ini, menjadikan tempat tinggal bagi
manusia. Kaum yang hina aman sentosa di bawah lindungan-Mu. Yang mulia telah
menjadikan bumi tempat yang lega bagi mereka.
Dll.
ü
Penutup dari MC./pengeter baos dan disineb oleh
jero mangku pemuput,bakti pejati diambil peras dan disahkan/kedetin oleh Jero
Mangku(saksi niskala) mempelai,orang tua dan saksi saksi. Selanjutnya penganten
ke merajan mepamit di merajan kemulan, sedangkan para tamu dijamu untuk santap
siang Bersama. Selesai makan,maka acara dinyatakan bebas,untuk sembahyang
biasanya diikuti oleh keluarga dekat saja.
d.
Mepamit di Merajan Kemulan.(Dewa Saksi)
Selesai acara
wiwaha samskara maka mempelai berdua lanjut mengadakan persembahyangan di
sanggah atau merajan kemulan yang bertujuan untuk mohon restu niskala dari
Bhetara Guru,mepamit akan pindah kerumah suaminya. Kemudian dilanjutkan dengan
natab pawetonnya yang terakhir di tempat itu yang bertujuan untuk mengajak
saudara empatnya ikut pindah dan menjaga dirinya.
Acara ini ada
juga yang mepamit sampai ke Dadianya,tergantung dadia yang bersangkutan,intinya
mohon restu mepamit dari kawitannya menuju kawitan baru sesuai dengan kawitan
suaminya.
Usai sudah rangkaian
acara lalu disuguhkan makanan,selesai makan Kembali kerumah mempelai yang
baru(purusa) dan biasanya pada saaat ini pihak keluarga prerdana akan ikut
mengantarkan kerumah suaminya untuk bersilaturahmi sebagai keluarga baru.
2.Ngerorod/Kawin Lari.
Dewasa ini jenis perkawinan ini jarang
dilaksanakan,kalua zaman dulu ketika masih peradaban lama sering terjadi,kalua
sekarang mungkin dianggap bertentangan dengan hak azasi manusia. Dasar
terjadinya perkawinan jenis ini karena tidak adanya restu atau persetujuan
salah satu pihak dan bahkan bisa jadi kedua belah pihak orang tua yang
bersangkutan, karena itu mempelai mengambil jalan ngerorod ini.
Langkah yang dilakukan :
a.
Mengambil wanitanya secara diam-diam/ngemaling,kemudian
dibawa ketempat tertentu yang sudah disiapkan untuk bersembu-nyi.
b.
Pihak purusa mengutus orang untuk membawa surat
pernyataan bermeterai yang isinya bahwa mereka yang menikah sudah saling
mencintai ,bukti itulah dibawa oleh utusan purusa ke kantor kepala desa asal perempuan
yang diculik itu,pihak dinaslah yang memediasi,apakah diijinkan pulang
menyelesaikan upacara perkawinan atau tidak. Kalau tidak diijinkan maka
upacaranya hanya dipihak purusa.
c.
Pada intinya hanya proses yang berbeda,waktu yang
berbeda, upacara bisa berbeda tergantung hasil mediasi dan itu perlu proses
yang lebih Panjang.
d.
Kalau keras mungkin bisa putus hubungan orang tua
dengan anaknya,tapi pada umumnya setelah berjalan dalam kurun waktu tertentu
dan punya anak,emosi orang tua sudah reda,maka cucunya bisa digendong artinya
sudah berdamai,akhirnya berjalan normal, maka acarapun bisa diselesaikan
seperti biasa.
3.Nyentana
Perkawinan ini pada prinsifnya sama dengan
memadik cuman prosesnya terbalik,pihak perempuanlah yang memadik pihak
laki,dalam hal ini perempuannya berstatus purusa,perempuannya yang mengambil
laki lakinya, kemungkinan anak perempuan ini hanya satu satunya di keluarga
itu,maka untuk mempertahankan kelangsungan keluarganya ia mencari laki laki
yang mau nyentana. Karena di Bali berlaku hukum patrilineal/laki laki sebagai
purusa yang mendapat waris dan berkewajiban melanjutkan swadarma dan
swadikaranya,di Desa Adat Tegenan ini pernah terjadi sekitar tahun 1986.
4.Para Separo atau Pada Gelahang
Jenis perkawinan ini di Tegenan juga pernah
terjadi namun beda agama, sehingga masing masing menganut
keluarganya,persoalannya akan mun-cul Ketika mempunyai keturunan terutama pihak
Perempuan sebagai agama hindu yang nota bena ada kawitannya,maka masuk di
kawitannya, tetapi masalahnya anak yang mana mengikut bapak atau ibu. Pada
intinya menurut Prof Wayan Windia sang pencetus gagasan,hanya salah satu solusi
sementara,mau melaksanakan silahkan,cetusnya.
D.SAHNYA SEBUAH PERKAWINAN
Sebuah perkawinan umat hindu dipandang sah atau
legal secara adat apabila ada saksi
dalam melaksanakan upacara wiwaha (mabyakala) yang terdiri dari Tri Upasaksi
(tiga saksi), yaitu Dewa Saksi, Manusia Saksi, dan Bhuta Saksi. Dewa Saksi
adalah saksi Dewa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang dimohon untuk menyaksikan
upacara pewiwahan tersebut,yang terdiri dari :
1. 1.Adanya Bhuta Saksi.
Pada saat
dilaksanakan upacara byakala kita membakar tetimpug yang dibuat dari beberapa
potong bambu yang kedua ruasnya masih utuh sehingga pada waktu dibakar dapat
menimbulkan suara ledakan. Suara ledakan merupakan simbol untuk memanggil Bhuta
Kala untuk hadir di areal upacara, kemudian diberikan suguhan dengan harapan
tidak mengganggu jalannya upacara bahkan ikut menjaga keamanan upacara serta
ikut menyaksikan upacara tersebut. Setelah selesai prosesi upacara wiwaha
(byakala), maka pasangan pria dan wanita tersebut resmi menjadi suami istri tahap
pertama (dampati) dan berkewajiban melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang
Grehastin.
2. ~. AdanyaManusa Saksi.
|
3. ~. Adanya Dewa Saksi.
Usai acara
Wiwaha Samskara dalam manusa saksi,maka dilan-jutkan dengan upacara di merajan
dengan banten sesuai dresta,di bale dangin ,tempat tidur atau sesua situasi dan
kondisi sang dampati,ada juga mepamit sampai ke paibon atau dadianya
masing-masing,dengan demikian secara adat perkawinan ini sudah sah secara adat
.
4. ~. Sah Menurut Undang Undang.
Keberadaan
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawin-an, sesungguhnya merupakan
wujud nyata dari perjuangan kaum ibu Indonesia. Undang-Undang ini sesungguhnya
telah diperju-angkan sejak tahun 1928. Liku-liku perjuangan kaum wanita yang
teramat panjang itu, lalu baru pada bulan Januari 1974 para wanita Indonesia
menuai hasilnya dengan bukti memiliki Undang-Undang tentang perkawinan. Setelah
diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara dan melalui Ketetapan Presiden,
kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang No.I tahun 1974, (Mudana dan
Ngurah Dwaja, 2014:150).
Selanjutnya
pada tanggal 1 April 1975 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintahan tentang
pelaksanaan Undang-Undang No.I tahun 1974 tentang perkawinan, yang lebih
dikenal dengan nama Peratutan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1975. Undang-undang
ini berlaku efektif mulai tanggal 1 Oktober 1975. Terkait dengan pencatatan
perkawinan secara hukum Nasional dapat dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil.
Pada umumnya Undang-Undang Perkawinan tersebut secara prinsip mengandung
azas-azas yang dapat mengantarkan pasangan suami-istri pada keharmonisan dan
kebahagiaan keluarga. Adapun azas-azas yang terkandung dalam undang-undang yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1.
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan
menurut Hukum Agama yang dianut, dan setiap perkawinan harus dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Undang-Undang Perkawinan mengandung asas
monogami.
4.
Calon suami istri harus sudah matang jiwa raganya
untuk dapat melangsungkan perkawinan.
5.
Undang-undang ini menganut prinsip untuk
mempersulit perceraian.
6.
Hak dan kedudukan suami istri dalam kehidupan
berumah tangga dan bermasyarakat diatur dalam undang-undang ini.
7.
Ketentuan tentang umur boleh menikah sesuai undang-undang
ini dan kemudian disempurnakan dengan undang-Undang No.16 tahun 2019 tentang
Perkaawinan.
8.
Perkawinan sah secara hukum/undang undang apabila
dicatatkan di kantor Catatan Sipil/Dukcapil dan keluar hasil pencatatan di lembaga negara dalam bentuk
Surat Akta Perkawinan.
dengan dilaksanakannya wiwaha seperti itu,maka perkawinan itu sah diakui secara hukum adat dan hukum negara.
Demikianlah
catatan singkat mengenai tata cara perkawinan atau pernikahan di desa Adat
Tegenan,dengan harapan tahapan yadnya yang ada sesuai dengan dresta adat,agama
dan undang-undang yang berlaku untuk itu.
Tujuan
penyusunan buku kecil ini tentu mengandung maksud untuk lebih tertib dan
tertatanya setiap upacara yadnya,apabila Tri Hita Karana dapat dilaksanakan
dengan seimbang,maka tatanan kehidupan di desa adat Tegenan akan lebih harmoni.
Implementasinya adalah bagaimana dalam upacara perkawinan itu menjalin hubungan
harmoni dengan leluhur/kawitan dengan Ida Betara Kahyangan juga tentunya kepada
Ida Betara Guru kemulan dengan ngaturang bakti piuning dan upacara untuk
memohon restu beliau sehingga pelaksanaan grehasta asrama itu bisa mewujudkan
keluarga yang sukinah.
Bagaimana
hubungannya dengan pawongan,ini terbentuk keluarga baru, sehingga perlu adanya penyesuaian
kebiasaan prilaku diantara para pihak, kalau bisa terjalin dengan
harmoni,apalagi disaksikan dan disahkan oleh penguluning desa baik adat maupun
dinas,maka akan terjalin sebuah harmoni yang abadi di keluarga itu. Bagaimana
halnya dengan palemahan, ini kaitannya dengan Bhuta saksi upacara pekalakalaan
dan juga penataan dekorasi dalam acara resepsi pernikahan tersebut.
Demikian
catatan kecil ini,semoga ada manfaatnya untuk des akita dan warganya,kalua ada
yang kurang mohon dikritisi,untuk kesempurnaan bersama. Terimakasih Om Santi
Santi Santi Om.
Tegenan,16
jkanuari 2024
Penulis”
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar