Weda
Wakya
Jangan Durhaka pada Ayah-Ibu dan Guru
Jangan Durhaka pada Ayah-Ibu dan Guru
Upaadhyayam
pitaram ca ya
bhidruhyanti manasa
karmana va, tesam papa
bhrunahtyaavicis ‘am
nanyastasmaat paapakrcchaastiloke
(Sarasainuscaya 234).
bhidruhyanti manasa
karmana va, tesam papa
bhrunahtyaavicis ‘am
nanyastasmaat paapakrcchaastiloke
(Sarasainuscaya 234).
Maksudnya: Durhaka pada ibu, ayah
dan guru, baik dengan pikiran, kata-kata dan perbuatan, orang yang demikian
amat besar dosanya. Lebih besar dosanya dan menggugurkan kandungan. Singkatnya,
durhaka pada ibu, ayah dan guru sungguh amat besar dosanya.
Ibu melahirkan kitadari dalam
kandungan yang gelap ke dunia yang terang ini seeara duniawi. Guru melahirkan
kita dan kegelapan jiwa dan pikiran ke dunia terang, karena ilmu pengetahuan
rohani dan duniawi. Ibu, ayah dan guru adalah pendidik dan juga pengajar.
Pendidikan melatih orang dan kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik. Pengajar
membuat orang menjadi pandai berilmu. Pendidikan membuat orang menjadi pandai
dan berkarakter. Karakter membuat orang jujur dan bijaksana. Kepandaian membuat
orang punya penghasilan atau kekayaan. Kekayaan membuat orang lebih mampu
berbuat baik. Kekayaan hanya boleh digunakan untuk berbuat baik dan benar.
Menggunakan kekayaan untuk berbuat baik dan benar akan membawa orang hidup
sejahtera dan bahagia di dunia dan sorga atau di alam niskala.
Demikian besarlah jasa ibu ayah dan
guru dalam kehidupan ini. Ibu ayah dan guru akan mampu menjadi pendidik dan
sekaligus pengajar apabila seseorang benar-benar mempersiapkan diri untuk
menjadi ibu ayah dan guru. Bersuami Istri itu bukan sekadar media memenuhi
hasrat seksual berdasarkan kodrat. Dalam Vana Parva 27.214 dinyatakan ada lima
macari guru yaitu Agni yaitu sinar suci Tuhan, Atman yaltu suara hati nurani
sebagai suara Sang Jiwa atau Sang Hyang Atma dalam diri manusia. Mata dan Pita
yaitu ibu dan ayah sebagai guru yang pertama dan utama dalam hidup kita ini.
Guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan disebut Acarya. Dalam tradisi lokal Bali
dikenal adanya Catur Guru yaitu Guru Swadyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian dan
Guru Wisesa. Menurut Manawa Sastra Guru Wisesa itu bukan pejabat pemerintahan,
tetapi dharma. Semua pihak wajib patuh dan hidup berjalan pada relnya dharma.
Pejabat pemerintahan séperti Raaja pun wajib menjalankan pemerintahannya
berdasarkan dharma atau hukum suci.
Mata Pita dan Acarya adalah ibu ayah
dan guru wajib dihormati oleh putra-putrinya yang baik, betapapun keadaan
beliau itu. Karena durhaka kepada tiga guru itu sangat besar dosanya. Tentunya
ibu, ayah dan guru itu juga memiliki kewajiban yang sangat mulia menurut
ketentuan Sastra Hindu.
Kekawin Nitisastra VIII,3 menyatakan
adanya lima kewajiban orangtua atau ibu dan ayah. Di antara lima kewajibannya
itu ada disebut sebagai Upadhyaya dan Anyangaskara. Upadhyaya adalah orangtua
sebagai guru memiliki kewajiban untuk memberikan pengetahuan duniawi pada
putra-putrinya. Pengetahuan duniawi itu adalah Guna Widya yaitu mengarahkan
putra-putrinya itu agar memiliki pengetahuan keterampilan bahkan keakhlian
sebagai bekal hidupnya memperoleh arjana atau rezeki. Karena orang yang
memiliki rezeki itu lebih banyak memiliki peluang untuk berbuat baik kepada
sesama. Kalau putra yang memiliki arjana atau rezeki itu adalah putra yang
hidup berdasarkan dharma. Kalau putna itu hidup tidak berdasarkan dharma
justeru rezeki itu akan memerosotkan perilaku sang putra.
Ibu dan ayah sebagai guru disebut
memiliki swadharma sebagai Sang Anyangaskara artinya onang yang memiliki
swadharma meningkatkan status kesucian putra-putranya sampai menjadi “dewasa”.
Kata “dewasa” berasal dari kata “dewa” artinya sinar, cerah atau tenang. Hidup
bersinar cerah atau tenang adalah hidup yang dicenahkan atau diterangi oleh
penguasaan ilmu pengetahuan suci yang disebut jnyana. Karena itu sebagai guru
ibu dan ayah dalam menjalankan swadharmanya sebagai Sang Anyangaskara
mengarahkan putra-putrinya mendapatkan pendidikan kerokhanian atau tattwa
adyatmika. ini artinya dalam mendidik putra-putranya ibu dan ayah memiliki
kewajiban untuk memberikan pendidikan tentang dunia sekala dan dunia niskala.
Setelah ibu dan ayah mengarahkan putranya mendapatkan pendidikan duniawi dan
pendidikan rokhani maka selanjutnya lebih teknis kewajiban guru sebagai
Acaryalah yang melakukannya. Karena itu ibu, ayah dan guru wajib bekerja sama
dalam menciptakan generasi yang siap menerima estafet kehidupan ini untuk
menjalankan dharma. Agar proses alih generasi itu berjalan mulus dan
berkesinambungan para putra wajib patuh pada ibu ayah dan guru. Patuh pada ibu
ayah dan guru tidak berarti menjadi penurut tanpa nalar. Tidak boleh
mentang-mentang karena ibu dan ayahnya tidak jebolan perguruan tinggi atau
pendidikan formalnya kurang, lalu sang putra meremehkan ibu dan ayahnya.
Demikian juga guru di sekolah formal atau Pasraman wajib tetap dihormati, tidak
boleh diremehkan.
Untuk mendapatkan generasi muda yang benbhakti pada
ibu, ayah dan gurunya fungsi orang tua sebagai upadhyaya dan Sang Anyangaskara
perlu diseimbangkan. Jangan anak-anak itu hanya dididik menjadi seorang pencari
nafkah semata. Didik dan latihlah putra-putra kita sejak kecil untuk berbhakti
pada orang tua dengan menampilkan contoh bahwa kita sendiri senantiasa bhakti
pada kakek dan neneknya serta yang setara dengan kakek dan neneknya itu. Hal
ini akan menjadi contoh bagi generasi setingkat anak kita. Demikian juga
anak-anak melihat contoh dari kedua orangtuanya yang hidup saling menyayangi
dan hormat menghonmatl sebagai suami istri. Kalau setiap hari anak-anak melihat
contoh orang tuanya demikian, menghormati kakek dan neneknya serta hidup saling
hormat menghormati di antara orang tua, maka dalam benak anak-anak akan
tertanam bahwa ibu, ayah dan gurunya demikian menghormati kakek dan neneknya.
Contoh itu tidak perlu banyak dikomentari. Hal itu akan disaksikan dalam
kehidupannya sehari-hari. Contoh positif itu akan mengendap dalam jiwa si anak
dan itulah yang dianggap sesuatu yang seyogianya dilakukan oleh siapapun secara
berkelanjutan dalam hidup ini (BPM, 150412, KW/Masyo)].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar