Minggu, 04 Mei 2025

PEKELING PELAWANGAN IDA BHETARA RATU GDE SAKTI TANGGUL GUMI

Pura Tulak Tanggul adalah salah satu Pura Kahyang Desa di Desa Adat Tegenan yang mempunyai fungsi sebagai pura penetralisir merana atau wabah penyait yang masuk ke wewidangan desa adat, konon di pura ini adalah tempat didirikannya bentang penjaga batas selatan,sedangkan dibatas utara ada benteng andalan yang kemudian berdiri Pura Pekandelan. Pura Tulak Tanggul sebagai tempat pelaksanaan upacara nangluk merana yang dilaksanakan setiap tahun yaitu pada hari Kajeng Klion uwudan sasih kenem,kemudian upacara pewatekan Ida Bhetara jatuh pada Sukra Umanis Ukir sedangkan pada Piodalan Ida Bhetara Dalem yaitu Buda Wage Klau,beliau ikut ngiring ke Pura Dalem nyejer selama tiga hari sampai penyineban. Sedangkan Ida Bhetara Ratu Gde Sakti Tanggul Gumi katuran ngelawang ke tanggun desa diutara di decker tempek lemo dan selatan sampai di Pacung, apabila hari Kuningan jatuh pada sasih Ke-nem,Ke-pitu,Ke-wulu dan Ke-sanga.

Demikian halnya upacara pada hari Tumpek Kuningan ini jatuh pada rahina Saniscara penanggal pang nem sasih Jiyesta icaka 1947 (03 Mei 2025)  sehingga tidak dilaksanakan ngelawang, hanya upacara pekeling pelawangan yang dipimpin oleh Mk.Manik,karena jero mk jan bangulnya berhalangan , upacara pekeling juga dihadiri oleh Jero Bendesa,Klian Seket,Klian Banjar Adat ,Ketua paiketan Serati dan warga masyarakat yang sempat hadir.

Bendesa Desa Adat Tegenan  Jero Ketut Wana Yasa,disela sela kegiatan menyampaikan bahwa Pura ini sangat penting sebagai tempat penetralisiran wabah yang masuk kedesa kita,baik itu wabah terhadap manusia,hewan maupun tumbuhan,sehingga semua warga mestinya wajib mengikuti dan melaksanakan upacara ini terutama pada upacara nangluk merana banjar Kelod dan Kaja wajib ikut,tidak hanya untuk nangluk merana tetapi juga pada saat upacara ngaben ,semua peserta ngaben wajib mepejati di Pura ini sebagai stana Ida Bhetara atau Sanghyang Suratma,ya,karena itu logikanya kita semua akan mati dan diaben, disinilah kita dimintakan ijin terlebih dulu dan ketika hidup disinilah kita mohon perlindungan keselamatan urip, agar merana/wabah penyakit tidak masuk menimpa kita,makanya  ada upacara nangluk merana dengan pelaksanaan caru pemangkalan agung yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara nangluk merana ini tidak buatan kita,maunya kita,ini sudah tradisi dari leluhur,makanya disini ada barong bangkung,seperti kisah dalam lontar tentang upacara nangluk merana,disana disebutkan,munculnya upacara nangluk merana dimulai dari kisah Ida Bhetara Gni Jaya yang berstana di Gunung Lempuyang Luhur yang memiliki ribuan ternak babi yang dipimpin oleh ki babi sati,babi hitam besar dengan dahi putih  sedangkan saudara Ida Bhetara Gni Jaya yaitu Bhetari Dewi Danu,hoby bertani di daerah Danau Batur dan gunung Batur yang sangat subur. Suatu hari,kakaknya bhetari Dewi Danu  yakni Ida Bhetara Gni Jaya berkunjung ke Batur diikuti oleh ribuan babinya,beliau langsung ke istana sang dewi,sedangkan Bhetari Dewi Danu sedang di kebun menyaksikan serangan babi  di kebunnya, tanamannya semua rusak dimakan oleh babi,disanalah sang Dewi murka dan membunuh semua babi tersebut beliau tidak tahu bahwa itu milik kakaknya. Kemudian dengan hati kesal dan marah,sambil mengutuk sang pemilik babi yang tidak bertanggungjawab,maka ia pulang dan betapa kagetnya sambil matur sembah bakti kepada kakaknya,yang tumben mengunjunginya. Disanalah ia menceritakan baru habis membunuh babi yang merusak tanamannya dan mendengar cerita itu betapa kagetnya bahwa babi kesayangan kakaknya yakni ki sati juga dibunuh oleh Dewi Danu. Betapa marahnya Ida Bhetara Gni Jaya dan karena saking marahnya beliau lalu mengutuk pastu agar bangkai babi itu berbau busuk biar mengganggu kehidupan penduduk Batur. Disanalah Dewi danuh mohon ampun karena tidak tahu babi babi itu ternyata milik kakaknya,akhirnya bangkai bangkai babi itupun terpaksa dibuang kelaut yang menyebabkan laut baunya amis hingga mengakibatkan ikan-ikan dan tumbuhan laut terganggu. 

Melihat situasi itu betapa murkanya Dewa Baruna penguasa laut dan mengutuk agar bau itu menjadi merana/wabah penyakit yang mengganggu penduduk bumi terutama mulai musim pancaroba yakni sasih kenem,kepitu,kawolu hingga kesanga.

Mendengar kejadian dan peristiwa itu akhirnya Bhetara Pacupati turun ke Bali untuk mendamaikan dua bersaudara itu yang sekaligus adalah putra putri belia Hyang Pacupati, sekaligus beliau mencarikan solusinya. Kalian berdua sama sama salah, kamu nanak Gni Jaya knapa piaraanmu tidak dikandangkan,liar sehingga merugikan adikmu,kamu Dewi juga salah,kenapa babi itu langsung kamu eksekusi dan kenapa dibuang ke laut sehingga mengganggu kehidupan laut , karena ini sudah terjadi kalian harus saling memaafkan dan agar wabah tersebut tidak menyebabkan korban, maka di sasih kenem sampai kawolu kalian wajib melakukan upacara Nangluk Merana dipersembahkan kepada Hyang Baruna mengadakan caru di masing masing desa,sedangkan pada sasih kesanga krama wajib melakukan taur untuk nyomya para bhuta kala agar warga/manusia tidak diganggu dan terjalin hubungan yang harmonis dilingkungan desa adat,sabda Bhetara Pasupati pada putra putrinya. Sejak itulah kemudian dilaksanakan upacara nangluk merana hingga sekarang ungkap Jero Kt Wana.(manixs)

Mk.Manik didampingi ketua serati saat ngantebang pekeling.

Jero Klian Seket tampak hidmat mengikuti prosesi pekeling

Upacara di ajeng Ida Bhetara Ratu Gde Sakti Tanggul Gumi
 
Upacara Pekeling Pelawangan Ida Bhetara Ratu Gde Sakti Tanggul Gumi
Saat Berlangsung (doc.Jr.Bendesa) 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar