Rabu, 20 Agustus 2025

TEROPONG LANGIT DI POHON GENITRI

 (Berdasarkan kisah nyata yang dipercaya terjadi di Pura Manik Gni)

Bali, tahun 1968. Di sebuah desa dekat  Tegal Suci, berdiri sebuah pohon yang tumbuh tak seperti pohon biasa. Genitri — begitu warga menyebutnya. Tapi yang satu ini bukan genitri sembarangan. Cabang-cabangnya saling bertaut membentuk sebuah lubang alami, seolah membuka jalan menuju langit. Orang tua desa menyebutnya "Teropong Ida Betara Besakih ke Segara."

Warga yang bersih hatinya, konon bisa melihat sinar biru menyembur dari lubang itu, naik ke langit tanpa ujung. Seperti jalan spiritual, jalur niskala yang hanya muncul saat Ida Betara dari Besakih berlayar ke laut dalam prosesi melasti.

Namun, tidak semua orang percaya... terutama   si pemilik tanah tempat pohon itu tumbuh.

Tahun 1968, pohon itu mulai mengganggu lahannya yang hendak ditanami padi gogo,sinar matahari terhalang oleh pohon itu. Ia memanggil penebang untuk menumbangkannya. Begitu gergaji motor menyentuh kulit kayu, langit mendadak gelap, angin bertiup keras dari segala arah. Burung-burung bersahutan, dan petir menyambar, meski hujan tak turun.

Seketika saat itu pemilik tanah menggeliat geliat kesakitan, Perutnya dipegang sambil merintih sakit, terasa seperti ditusuk-tusuk dari dalam. Ia muntah, gemetar, dan tubuhnya demam tinggi. Dokter desa tak bisa menemukan penyebabnya. Barulah setelah didatangkan seorang balian, semuanya terungkap:

“Pohon itu bukan milikmu. Itu kayu kramat milik Betara dari Besakih. Jika ditebang, kau melukai tubuh-Nya sendiri…”

Sejak saat itu, tak ada yang berani menyentuh pohon itu lagi.

Bertahun-tahun kemudian, desa kembali diguncang kejadian aneh: kesurupan massal di banjar kajanan. Beberapa remaja tiba-tiba bicara dengan suara berat, menyebut nama yang sama berulang kali:

"Manik Gni... Manik Gni... bangunkan istanaku... tempat Dewa Banda Siwa harus dibangun kembali..."

Petunjuk itu akhirnya mengarah ke pohon genitri tua, yang sudah ditinggalkan begitu lama. Para tetua menyadari — tempat itu bukan tempat biasa. Di sanalah kemudian dibangun Pura Manik Gni, sebagai stana Dewa Banda Siwa,Bhetari Sri Mas Manik Jenjen sesuai petunjuk alam gaib dari Ida sesuhunan terutama roh suci dari Gunung Renjani kemudian disebut Bhetari Renjani.

Sejak pura itu berdiri, banyak penekun spiritual datang. Mereka bermeditasi di bawah pohon genitri. Ada yang mengaku melihat mata ketiga terbuka. Ada yang merasakan tubuhnya melayang. Dan selalu, saat malam Purnama Kapat atau Tilem Kadasa, sinar biru itu muncul kembali, menembus langit dengan cahaya tenang, seperti napas Dewa Siwa sendiri.

Pohon genitri itu kini disebut sebagai Rudraksha Hidup, air mata Siwa. Buahnya tak dipetik sembarangan. Hanya mereka yang mendapat “isyarat” dari mimpi atau lingsir pura yang boleh mengumpulkan bijinya — sebagai tasbih spiritual yang dipercaya membawa perlindungan dan kebijaksanaan.


Kini, tak ada satu pun warga yang berani duduk membelakangi pohon itu. Bahkan anak-anak pun diberi tahu sejak kecil:

"Kalau kau melihat cahaya biru di malam hari, jangan menatapnya. Tundukkan kepala, dan sebut nama-Nya. Karena mungkin, kau sedang dilihat balik oleh mata Siwa..."

Pura ini didirikan oleh sekelompok petani ternak yang kemudian menjadi sungsungannya dan tempat memohonkan keselamatamn ternak dan tanaman pertanian peliharaannya, juga Pura ini memiliki usaha koperasi yang selalu dimohonkan kesuksesan dan kerahayuan oleh pemangku jan bangulnya,rahayu (manixs)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar