Dalam sunyi kehidupan yang tak selalu ramah, seorang pria menemukan cahayanya pada sosok yang tampak lembut namun menyimpan kekuatan yang tak terhingga — istri sejatinya.
Istri bukan sekadar pendamping dalam senyuman dan duka, tapi ia adalah Saha-Dharmini,
yakni belahan jiwa yang mendampingi menapak jalan dharma bersama suaminya. Ia
bukan bayangan yang berjalan di belakang, tapi cahaya yang menyinari jalan di
sisi — terkadang di depan, mana kala suami tersesat arah.
Bila kehidupan adalah pertempuran antara dharma dan adharma, maka istri
sejati ibarat Parwati yang bersedia menjelma menjadi Mahakali,
mengerahkan seluruh daya dan cintanya demi menjaga kehormatan sang suami. Ia
mungkin tampak lembut, namun jika cinta dan kebenarannya terganggu, maka
seluruh semesta akan menyaksikan kekuatan cinta seorang istri — cinta yang
mampu menjadi badai menghancurkan segala kebatilan demi kebenaran.
Istri juga adalah Gṛhini,ia adalah penopang utama rumah tangga. Rumah bukan hanya
soal dinding dan atap tempat berlindung, tapi tempat di mana hati berlabuh, dan
dalam rumah itulah ia menciptakan kedamaian. Dengan kasih sayang, ia mendidik
anak-anak, menjaga api dapur tetap menyala, dan menyatukan serpihan-serpihan
kelelahan sang suami menjadi semangat baru. Istri bukan hanya penghuni rumah,
tapi jiwa rumah itu sendiri.
Disisi lain istri juga berperan sebagai Lakṣmī, dimana istri sesungguhnya
adalah sumber rezeki, keberuntungan, dan kemakmuran. Bukan karena ia membawa
emas atau perak, tapi karena kehadirannya mengundang berkah. Di wajahnya yang
penuh cinta, rumah menjadi tempat yang dirindukan; dalam doanya yang hening,
hidup menjadi ringan untuk dijalani.
Dalam Kitab suci Manawa Dharmasastra
dan Manusmrti menyesebutkan:
"Yatra nāryastu pūjyante ramante tatra devatāḥ"
artinya
"Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa bersuka cita." Sloka
itu mengajarkan pada kita, bahwa suami yang bijak tahu, bahwa dengan
menghormati istrinya, ia tengah menghormati semesta — dan dengan menyakitinya,
ia mencederai dharma itu sendiri,saling mengerti,saling melengkapi itulah
sesungguhnya suami-istri.
Namun lebih dari itu semua, istri sejati adalah pengantar menuju moksha. Ia
bukan sekadar teman dunia, tapi pasangan dalam perjalanan jiwa. Ia hadir bukan
hanya untuk menyatukan tubuh, tetapi untuk menuntun hati menuju keheningan
abadi.
Cinta dalam bentuk tertingginya bukan hanya tentang memiliki, tapi tentang
menjadi satu dalam tujuan hidup yang luhur. Dan di sanalah, di tengah riuhnya
dunia dan sunyinya malam, seorang pria tahu dalam dirinya, ada seorang wanita
yang bukan hanya mencintai — tetapi menyempurnakan.
Demiikian halnya dalam ajaran Hindu, peran suami dalam menjaga
dan melindungi istri memiliki dasar yang kuat, baik secara etis, spiritual,
maupun sosial. Hubungan suami-istri dipandang sebagai ikatan suci
(dharma) yang tidak hanya bersifat duniawi, tetapi juga bertujuan untuk
mencapai moksha (pembebasan spiritual). Berikut adalah bagaimana seorang
suami seharusnya menjaga istrinya menurut ajaran Hindu:
1. Melindungi istri sebagai bagian dari Dharma (kewajiban suci)
Dalam Hindu, dharma
seorang suami adalah melindungi, menafkahi, dan memperlakukan istri dengan penuh
kasih dan hormat. Suami dianggap sebagai pelindung keluarga secara fisik
dan spiritual, dan menjaga istrinya adalah bagian dari pelaksanaan dharma
tersebut.
2. Menjadi pendamping spiritual istri
Suami tidak
hanya bertanggung jawab secara materi, tapi juga membimbing istri menuju
kemajuan rohani. Dalam pernikahan Hindu (vivaha samskara), suami dan istri
adalah mitra spiritual yang bekerja sama dalam menjalani dharma, artha,
kama, dan akhirnya moksha.
Selama upacara
pernikahan Hindu (seperti dalam Saptapadi), suami dan istri mengambil
tujuh langkah bersama dan membuat tujuh janji, termasuk:
- Saling melindungi,
- Saling mempercayai,
- Saling menghormati,
- Saling mendukung secara spiritual dan moral.
3. Melindungi kehormatan dan martabat istri
Seorang suami Hindu diajarkan untuk menjaga nama baik dan kehormatan
istrinya. Ia tidak boleh mempermalukannya di depan umum, tidak boleh
berlaku kasar, dan harus melindungi istri dari pengaruh buruk atau tindakan
orang lain yang merendahkan.
4. Menghindari kekerasan
atau pengabaian
Ajaran Hindu menekankan pada ahimsa (tidak menyakiti), termasuk
terhadap pasangan hidup. Seorang suami yang benar tidak akan menggunakan
kekerasan fisik maupun verbal terhadap istrinya. Sebaliknya, ia bersikap lembut,
sabar, dan penuh kasih.
5. Memberikan rasa aman lahir dan batin
Suami bertugas
memberikan:
- Keamanan fisik (tempat tinggal, perlindungan dari bahaya),
- Stabilitas ekonomi (nafkah dan kebutuhan rumah tangga),
- Keseimbangan emosional dan spiritual (dukungan saat istri menghadapi kesulitan
hidup),
- Perlindungan moral, termasuk menjaga istri dari godaan atau
tindakan yang bertentangan dengan nilai dharma.
Kesimpulan:
Dalam ajaran
Hindu, seorang suami menjaga istrinya bukan karena ia memiliki kuasa
atasnya, tetapi karena ia berkewajiban menjalankan dharma sebagai pelindung,
pendamping spiritual, dan mitra sejati. Ia harus menjalankan peran
ini dengan cinta, kesetiaan, dan tanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar