Agama Hindu adalah agama yang universal dan fleksibel dalam pengim-plementasiannya, sehingga sangat tidak memberatkan bila dilaksanakan, karena dalam konsep dasarnya adalah “sradha” atau keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa/Ida Hyang Widhi Wasa bisa dilakukan sesuai kompetensi kita masing-masing tentu dilandasi juga dengan ketentuan umum yang berlaku. Dalam pelaksanaannya agama hindu bersifat sekala/nyata dan niskala/abstrak,sehingga dalam hal ini tidak hanya berpedoman pada ketentuan sastra/kitab-kitab suci, tetapi juga berdasarkan petunjuk niskala,sehingga masing-masing lokasi akan berlaku ketentuan khusus yang kemudian kita kenal dengan local genius, kalau itu merujuk pada sastra maka sampai kiamatpun tidak akan ditemukan,tetapi itu sah berlaku pada lokasi tersebut oleh penganut-penganutnya karena didasari keyakinan mereka. Maka ketika ada orang mengatakan ini salah tidak sesuai pakem,hal itu tidak sepenuhnya benar,karena komunitas mereka mempunyai sradha seperti itu,janganlah dijustifikasi seperti itu,untuk meluruskan hal semacam itu harus step by step, asal jangan terlalu menyimpang dari koridor formal ajaran hindu maklumilah.
Demikian halnya dengan pelinggih-pelinggih yang ada di perumahan umat hindu tentu antara pekarangan satu dengan lainnya tidak akan persis sama, tergantung sradha pemiliknya,janganlah baru kita mempelajari lontar kita sudah mengambil kesimpulan itu salah,tidak sesuai atau lebih parahnya mengatakan tidak benar. Kalau kita baca lontar yang nota bena buatan manusia juga,menulis berdasarkan kompetensi dan imajinasinya masing-masing,antara lontar satu dengan lainnya membahas tentang satu objek yang sama belum tentu sama penilaiannya,ini tergantung penulisnya, oleh karenanya sekali lagi jangan mentang-mentang tahu lontar kita sudah menyalahkan, mungkin juga mengambil acuan dari lontar lainnya dan atau mungkin juga berdasarkan petunjuk niskala. Bijaklah dalam menanggapi situasi khususnya tentang keyakinan beragama,sehingga kita mendapatkan suatu kedamaian dalam hidup ini,ingat Tuhan Maha Tahu,apapun dan dengan cara apapun dipersembahkan umatnya asal dengan ketulusan maka persembahannya akan diterima olehNya,asal tidak jauh menyimpang dari lingkungannya.
Pelinggih-pelinggih dalam perumahanpun banyak persinya tergantung dari sumber acuan atau lontar/sastra yang digunakan,semua itu benar dan kita boleh memilih mana yang diyakini,sehingga hati kita tenang dalam ngastiti bakti kepada Beliau,maka terciptalah kedamaian,kemakmuran dan kerahayuan, yang penting seluruh anggota penghuni pekarangan tersebut mempunyai sradha yang sama. Semisal ada istilah Karang Umah (Bhuana Agung) dan Karang Awak (Bhuana Alit),bila kedua unsur ini bisa disinkronisasi/diamorkan/menyatu,maka kehidupan peng-huninya akan harmoni,salah satu jalan menyatukan adalah dengan membangun pelinggih dimasing-masing pekarangan sesuai situasi kondisi setempat,sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang maha Esa.
Berikut kita coba bahas pelinggih-pelinggih di pekarangan perumahan umat hindu berdasarkan sumber sastra berbagai lontar seperti Lontar Astha Bhumi,Lontar Widhi Tattwa,Lontar Bhuana Kosa dll.
Dalam Lontar Astha Bhumi disebutkan.......... “Ngaran dědong sikute, gědongnya pañjangnya satahil, dua pah 5, rwa duma ring watěs. Elingakěna. Mwang pangalapi kiwunira, mwang ring Parhyangan, ring Sanggar. Mwang dum pah kutus, ngaran pagěnahan, ring jungut mage-nah, ingaranan Padurakşa. Padu, ngaran atěp, rakşa, ngaran tembok. Magěnah ring jungut, ngaran bucu. saguli, Umungguh lor wetan, ngaran Sārirakşa. Umungguh kidul wetan, Sang Ajirakşa ngaran. Mungguh ring kidul kulon, Sang Rudreng rakşa ngaran. Mungguh ring lor kolun, Sang Kalangrakşa ngaran.ring madya Siwa Raksa utawi Durga raksa ngaran Ika kukuhing pakarangan paumahan. Yan patūting sikutnya, satmaka māwak Dewa. Sakalwiring durjana patuh asih, duşta corah wědi, sarwwa tinandur agèlis murah, ingon-ingon lanus. Yan nora anūt sikute, satmaka umah Kala, Bhūta, Děngěn. Tan mari ya aněmu gěring mwang pějah. Kala Bhūta Děngěn padha wani amiruda, mwang anjaga, amiruda, anadah. Ika elingakěna, aywa nora tanpa dadurakşa. Ika pangukuhing paumahan, panyěngkěr. Yan nora samangkana agělis pějah sang adrěwe karang paumahan”….
Terjemahan :
.....Ukur dulu tempat membangun rumah, dan juga parhyangan, sanggar ,lalu kelilingnya dibagi 8, yang disebut lokasi, yang bertempat pada sudut, disebut Padurakşa. Padu artinya pertemuan, rakşa artinya memegang (tembok/kekuatan). Bertempat di masing-masing penjuru sudut yang disebut Bucu. Yang bertempat di sudut timur laut disebut Sāri/Sri Rakşa. Yang bertempat.di sudut tenggara Aji/Guru Rakşa namanya. Yang bertempat di sudut barat daya Rudra Raksa namanya. yang bertempat di sudut barat laut Kala Raksa namanya,di tengah Siwa Raksa atau Durga Raksa namanya. Itulah sebagai penjaga pekarangan rumah.
Kalau sudah benar ukurannya, itu bagaikan perwujudan Dewata. Segala orang yang bermaksud jahat menjadi sayang, penjahat pencuri takut, segala yang ditanam cepat berhasil, ternak berkembang biak dengan baik. Kalau tidak sesuai ukurannya, sepertinya menjadi rumah Kala, Bhuta, Děngěn. Sudah tentu penghuninya tertimpa sakit, berakhir dengan kematian. Kala, Bhūta, Děngěn dengan senang hati mengganggu,dan menghadangnya, menyiksa, memangsanya. Itu hendaknya diperhatikan, janganlah tidak Padurakşa Sebab itu sebagai penguat pekarangan rumah dan tembok. Kalau tidak demikian cepat pemakainya meninggal pemilik rumah. ....
Berdasarkan uraian dari Lontar Asta Bhumi dengan Kosmologi Hindu, maka dapat dikaitkan bahwa masing-masing sudut pekarangan ada memadukan kekuatan penjaganya sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing,sedangkan yang disentral tengah berada pada Siwa Raksa atau Durga Raksa yang mampu memberikan energi positif dan negatif untuk menciptakan alam semesta beserta kehidupan manusia saat ini (ngereka).
Kemudian berdasarkan lontar Widhi Tattwa,Lontar Sudamala,Lontar Gong Besi dan Lontar Bhuwana Kosa,piteket sulinggih serta sumber lainnya ,tempat suci pekarangan rumah dari berbagai sumber tersebut dapat kita formulasikan dan kita mulai pembahasannya dari Sanggah/ Merajan yaitu Sang Hyang Widhi,Beliau bermanifestasi sebagai kekuatan pada bangunan suci antara lain terdiri dari :
1. Padma Sari adalah sebuah bangunan terbuka yang posisinya berada di timur laut sebagai stana Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kemulan/Rong Tiga yang dibangun dibagian timur menghadap kebarat tiada lain swabawaNya Sang Hyang Guru Suksma, Beliau memiliki sifat Purusa-Pradana yang diimplementasikan pada rong atau ruang masing-masing sebagai berikut:
a. Pada rong kanan adalah Brahma sebagai Purusa dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Guru.
b. Pada rong kiri adalah Wisnu sebagai Pradana dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Adi Guru.
c. Pada rong tengah menjadi penyatuan Purusa-Pradana meraga niratma (berwujudbukanatma/roh) bersifat Siwa dengan swabawa Nya Sang Hyang Sri Parama Adi Guru kemudian disebut Betara Guru.
Dengan demikian ketiga rong ini juga sebagai pemujaan Dewa Tri Murti seperti tersurat dalam Lontar Loka Pala disebutkan : “…….pinaka manusa tan eling ring manira,manira Sang Hyang Guru Reka ngereka Bhuana alit , bhuana agung lan sedagingnyane mewutu hana manira kasembah pinaka dewa Hyang Kawitan meraga Sang Hyang Uma Kala,manira kapuja pinaka Brahma,Wisnu, Siwa (Tri Murti),elingakna nunggil ring ruang telu,manira ngutpti,stiti lan mrelina…..”. Selanjutnya Sanghyang Pancakala bermanifestasi sebagai kekuatan untuk menguji sradha manusia dengan swabawa Nya Sang Butha Buchari, dengan bertitik sentrum pada halaman tempat pemujaan (natah Pemerajan/Sanggah).
3. Bangunan suci Catu Meres/Gedong Gampel sakanda posisinya di utara menghadap keselatan di sebelah barat Padmasari,sebagai stana Sang Hyang Sri Manik Galih (Dewa padi dan beras atau sumber makanan) dan juga sering disebut sebagai stana/pelinggih Tri Upasedana (D.Saraswati,D. Sri Sedana,D.Sri Laksmi).
4. Pelinggih Gedong Taksu di sebelah barat Catu Meres juga menghadap keselatan sebagai stana kekuatan Bhuta Dewa sebagai swabawa Nya Sang Hyang Bhuta Kala Raja,sebagai Taksu penghuni rumah juga distanakan taksu sesuai Dewa Profesinya, seperti Saraswati,Sangkara,Rare Angon,Ulangalu dll.
5. Pelinggih Panglurah : Pelinggih ini terletak dilingkungan utama mandala terletak di sebelah kiri /selatan pelinggih kemulan. Yang berstana di pelinggih tersebut adalah :Ida Ratu Anglurah Sakti Tangkeb Langit, Ida Ratu Anglurah Sakti Wayahan Tebeng, Ida Ratu Anglurah Sakti Made Jelawung, Ida Ratu Anglurah Nyoman Sakti Pengadangan dan Ida Ratu Anglurah Sakti Ketut Petung
6. Paruman biasanya didirikan disebelah barat dengan swabawa Nya Sang Hyang Wenang,tetapi sumber lain ada menyebutkan Sanghyang Titah dan Sanghyang Wenang distanakan di Surya Natah.bangunan ini kadang juga dipakai sebagai penyawangan nawa dewata,tergantung kepentingan pemiliknya.
7. Piyasan/pang-iyas/supaya bersih,damai,suci bangunan ini posisinya di sebelah selatan/kiri Panglurah dengan posisi natar lebih rendah sebagai pengayengan para Dewata Dewati,Kawitan. (ini tergantung loka dresta masing-masing)
8. Pelinggih(kalau ada) atau patung Kala di sebelah kanan pemedal pemerajan adalah linggih Sang Maha Kala dan di kiri Sang Dora Kala sebagai penjaga merajan.
9. Plangkiran di Kamar Tidur,sebaiknya menghadap ketimur,karena yang menghidupi manusia dalam unsur Panca Maha Bhutanya adalah Atma sebagai percikan/sinar kecil dari Parama Atma/ Tuhan Yang Maha Esa,maka yang distanakan di plangkiran adalah Sanghyang Rare Kumara untuk perlindungan bayi(dibuat menggantung dari ingka/bokor diatas tempat tidur bayi, sampai bayi mekutang bok,setelah itu pindah plangkiran di tembok stana Sang Hyang Pengemit Tuwuh untuk perlindungan anak/remaja belum menikah dan janda duda sedangkan Raja Dewata-Dewati untuk dipuja oleh orang yang menikah. Fungsi pelangkiran menstanakan penjaga kita dan sebagai tempat untuk memohon pematuh,pengasih dan pengiket keharmonisan keluarga.Sedangkan plangkiran lainnya ada di Dapur tempat air(Wisnu) dan api(Brahma) dua energi yang berlaawanan dan hanya dapat dinetralisir oleh kekuatan Siwa,maka yang distanakan disana adalah "Sang Hyang Siwa Karma",maka ketiga unsur yang dapat membuat kehidupan itu disebut Tri Amerta (Api,Air,Angin),sedangkan plangkiran ditempat lain distanakan sesuai lokasi dan profesi penyungsungnya misalnya di kantor Dewi Saraswati atau Bhagawan Penyarikan,di sumur Dewa Wisnu,dll.(Jero Nabe Budiasa/Bali Express 02052020)
Sedangkan menurut Lontar Aji Maya Sandhi menceritakan; dahulu ketika manusia tidur Sang Kanda Pat keluar dari tubuhnya ada yang duduk di dada,perut dan tangan sehingga manusia merasa terganggu,maka untuk kenyamanan dan rasa syukur telah dijaga maka dihormatilah dengan membuatkan plangkiran diwujudkan dengan daksina linggih di tempat tidur sehingga dapat melaksanakan tugasnya menjaga urip sepanjang hidup manusia. Persembahan yang dapat dilakukan :
a.Setiap hari ngaturang saiban,
b.Sebelum tidur dan bangun tidur menyampaikan syukur pada beliau telah menjaganya.
c.Berangkat kerja pamitan dan pulang kerumah kalau sempat ada sekedar oleh-oleh untuk mengingat jasa beliau.
d.Hari suci tertentu/odalan di Pemerajan/Betara Guru sebaiknya ngaturang Pejati.
e.Mendapat rejeki/gajian uang hasil kerja/hasil jualan/rejeki nomplok hendaknya dihaturkan barang semalam,besoknya baru lungsur.
Namun ada juga yang memberi nama Sang Hyang Guru Paturon yang berasal dari kata paturon /turun artinya menjelma,sedangkan pa/patemon artinya pertemuan,yaitu menjelmanya Kekuatan/ percikan Betara Guru/Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudan Sang Hyang Atma yang turon/turun numadi menghidupi Panca Maha Bhuta Manusia.
10. Pelinggih Gedong Sari atap ijuk atau bisa juga Tugu dari batu/pc di sentral pekarangan (disebut Tugun Karang :tugu/tuhu/tahu artinya beliau yang tahu tentang seluk beluk pekarangan itu, kalau disebut Penunggun/Penuhun Karang asalnya dari nuhun/sinuhun artinya beliau yang terhormat atau Surya Natah artinya mataharinya pekarangan/kecemerlangan) kemudian yang berstana di pelinggih ini ada yang menyebut: Ratu Gede Penunggun Karang,Ratu Gde Medue Karang,Ratu Bagus,Sang Hyang Siwa Reka,Durga Raksa, Sanghyang Raksa Bumi ,Betara Kala(L.Kala Tattwa),Sang Hyang Wenang (L.Sudamala),Bayu Rekso(L.Gong Besi), Nyama Pat (L.Kanda Pat) dan banyak lagi sebutan lainnya. Sedangkan rencangnya adalah Bhuta Bregala dan atau Bhuta Manca Warna ada juga menyebut stana ratu Wayahan Tebeha. Dala hal ini tergantung acuannya misalnya dalam lontar Astha Bhumi disebut Sang Hyang Siwa Reka sejatinya SH Siwa Reka memiliki makna penciptaan di dalamnya. Asal Siwa yang berfungsi sebagai pelebur dalam hal ini juga bermakna sebagai penciptaan yang merupakan bagian dari siklus alam semesta. Reka sendiri bermakna ngereka yakni menciptakan. Dalam pandangan kosmologi Hindu, Ngereka merupakan sebuah proses yang terjadi di dalam penataan wilayah pekarangan dan menghubungkan pancaraksa sebagai komponen yang berada di lima wilayah utama. Posisi-posisi yang terbagi menjadi lima tadi,sudut pada arah mata angin akan membentuk aspek penciptaan dan pada akhirnya menciptakan titik utama yang berada di zona tengah sebagai titik temu aspek purusa pradana. Sebagai proses (ngereka) penciptaan kehidupan (Suyoga, 2020: 31).
Purusa dan pradana sebagai dua benih kekuatan awal dalam urutan penciptaan manusia oleh Hyang Widhi dan membentuk keseimbangan antara kehidupan mental spiritual dan kehidupan fisik material. Dalam proses ngereka dalam konsep pancaraksa selanjutnya akan berwujud secara fisik. Berupa Pelinggih Surya Natah. Maka, fungsi pelinggih surya natah juga sebagai simbolis penjaga kestabilan dan keseimbangan di dalam pekarangan rumah. Bermanifestasi sebagai kekuatan untuk menguji sradha manusia dengan swabawa Nya Sang Kala Buchari, dengan bertitik sentrum pada halaman rumah (natah).
Kalau dalam Lontar Sudamala disebutkan bahwa Sang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) turun ke semesta ini dengan dua perwujudan yaitu Sanghyang Wenang dan Sanghyang Titah, beliau mempunyai fungsi,kalau Sanghyang Titah menguasai alam mistis,alam Dewa dan Bhuta Kala,sorga dan neraka,,bergelar Betara Siwa yang kemudian menjadi Bhetara Guru. Sedangkan Sang Hyang Wenang turun ke mercapada berwujud Semar/Malen/Tualen yang bertugas mengemban atau mengasuh dunia ini. Hyang Titah berstana di hulu/pemerajan sedangkan Sang Hyang Wenang berstana di teben di komplek natar perumahan berupa tugu penunggun karang yang bentuknya kokoh sederhana diatap bagian atas mekuncung seperti ornament kepala Semar. Kalau di Pemerajan linggih Hyang Guru diidentikan dengan kemewahan diatasnya menggunakan penutup “gelung tajuk” sebagai perlambang penguasa sorga.
Sedangkan dalam Lontar Kala Tattwa disinggung mengenai lahirnya Dewa Kala dimana beliau lahir saat kajeng klion nemu Saniscara yang disebut Tumpek yang berasal dari kata metu (pertemuan) dan mpek (akhir) jadi maksudnya pertemuan akhir sari Sapta Wara(Saniscara) dan akhir dari Panca Wara(Klion) sehingga untuk perayaan/piodalan penunggun karang sebaiknya dipilih hari Tumpek.
Untuk membangun pelinggih sedan karang atau tugu penunggun karang agar mempunyai power yang bagus ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu:
1.Pondasi saat nasarin terdiri dari 2 buah bata merah masing-masing merajah Angkara dan Ongkara , batu bulitan merajah ‘Ang-Mang-Ung’ berisi akah berupa 3 buah batu merah merajah Ang,batu putih merajah Mang dan hitam merajah Ung dibungkus kain putih merajah Ang-Ung-Mang.
2.Di madya berisi pedagingan Pancadatu,perabot tukang,harum-haruman,jarum,buah pala dan kwangen dengan uang 200 kepeng,dimasukan di kendi/ payuk kapal kemudian dibungkus dengan kain merajah Padma diikat dengan benang tridatu.
3.Di pucak berisi Bagia,orti,palakerti sarta bungbung buluh yang berisi tirta wangsuh pada pura (syarat ini termuat dalam Lontar Widhi Papincatan dan Lontar Dewa tattwa). Jika tidak demikian yang melinggih bukan Bhetara Kala melainkan roh-roh gentayangan seperti Sang Bhuta Cuil,tetapi jika pelinggih ini dibuat dan diurip dengan benar,aastungkara penghuni rumah akan damai harmoni,rukun sejahtra. Perlu diperhatikan busana pelinggih ini sebaiknya poleng sebagai simbul Dewa dan Bhuta Kala.(Agus Yuliawan/Bali Express 17092017)
11. Tugu Sedaan Karang posisinya ada di sudut Barat Laut Pekarangan Berstana Sang Hyang Kala Raksa ada juga menyebutkan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan,kalau mesegeh katur pada rencangnya adalah Sang Bhuta Ulu Kebo/Bhuta Ulu Wèk. Ini sangat penting dicermati,apabila penghuninya rajin bakti maka akan diberikan perlindungan sehingga kekuatan maya yang masuk kepekarangan akibat perbuatan orang jahat akan ditangkal dan atau dinetralisir oleh kawisesan beliau maka terjadilah Dwi Hita Karana yakni Pawongan dan Palemahan.
12. Tugu/penjaga di Timur Laut adalah Sang Hyang Sri/Sari Raksa rencangnya Bhuta Ulu Gagak dan atau Bhuta Ulu Kumbha.
13. Penjaga di Tenggara adalah Sang Hyang Guru Raksa rencangnya Bhuta Ulu Asu ada juga menyebut Bhuta Ulu Singa.
14. Pojok Barat Daya pengraksanya adalah Sang Hyang Durga Manik dan Rudra Raksa rencangnya Bhuta Ulu Gajah.
Dari kelima raksa tersebut( Panca Raksa/Panca Kerta apabila bisa ditunggalkan akan menjadi Panca Amertha) yang dibangun pada umumnya adalah yang di barat laut dan di tengah kalau memungkinkan,kalau tidak memungkinkan, bisa dibangun disalah satu posisi. Tapi jangan sampai penunggun karang tersebut dibangun dibawah atap/emper kalau toh tidak memungkinkan solusinya diatas pelinggih tersebut dan dibawah atap bangunan tersebut dibentangkan kain putih sebagai “leluur” sebagai pembatas. Demikian juga bila membangun rumah bertingkat merajan boleh ditingkat atas asal ada ardanya caranya tempat merajan ditingkat atas dihubungkan dengan pipa didalamnya isi tanah sehingga tanah tersebut tembus ketanah pertiwi dan tugun karang tetep dibangun dibawah.
15. Tembok penyengker sebagai pembatas dengan lingkungan luar juga ada pengeraksanya disebut Sang Bhuta Ngintip.
16. Song Sombah/tempat keluar air dari pekarangan sebagai drainage-nya, penjaganya adalah Sang
Bhuta Anungkarat.
17. Pelinggih di pintu masuk di sebelah kanan distanakan adalah Sang Hyang Wisesa dengan rencangnya sebagai kekuatan Duara Pala swabawa Nya Sang Hyang Panca Kala.
a. Sebelah kanan pintu keluar Sang Maha Kala,
b. Sebelah kiri Sang Adi Kala.
c. Tepat di pintu masuk Sang Kala,
d. di depan pintu Sang Sunia Kala,
e. Pada aling-aling Sang Dora Kala,aling-aling diatas distanakan Sang Hyang Ganapati.
Apabila Sanghyang Panca Kala dihubungkan maka akan tercipta
tanda + (tapak dara) pada pintu masuk pekarangan.Sang Panca Kala bermanifestasi menjadi suatu kekuatan untuk menguji sradha (keimanan) manusia dengan swabawa Nya Sang Durga Bhucari ada juga menyebutkan Sang Kala Nguyuh Kekuatan ini bertitik sentrum di depan halaman rumah (Lebuh).
18. Ada juga pelinggih di sebelah kiri lebuh/angkul-angkul seperti misalnya di daerah Gianyar bagian selatan yang distanakan adalah Sedaan Pengenter dan Sang Bhuta Dengen sebagai saudara kita yang berfungsi sebagai penyambut tamu,demikian halnya apabila ada upacara besar di posisi pancaraksa itu didirikan sanggah cucuk untuk menjaga keamanan prosesi pelaksanaan upacara,termasuk di depan pintu/gapura mendirikan “Asagan” dengan dua tingkat. Tingkat atas berupa sanggah cucuk di persembahkan kepada Dewa Baruna,sedangkat dibawahannya dipersembahkan kepada penge-mit karya seperti juga Jin,Setan,dedemit,pitra kesasar dan sejenis-nya agar tidak mengganggu disuguhkan berupa : nasi takilan 33,olahan bawi/balung gending,pangkonan 3,lekesan 5.
Dengan adanya stana para manifestasi Sang Hyang Widhi dalam sinar - sinar suciNya pada tempat suci pekarangan rumah tradisional di Bali sehingga diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keharmonisan bagi keluarga,karena penunggun/pengeraksa karang tersebut akan membentengi sang penghuni rumah. Sebagai contoh : apabila orang jahat penekun ilmu hitam,nesti neluh neranjana ingin membunuh penghuni rumah tersebut,ia akan memohon kepada Hyang Nini Berawi di pemuhunan setra,namun beliau memerintahkan si penekun ilmu hitam tersebut untuk mohon ijin pada sedahan karang di rumah yang menjadi target tersebut,apabila sang empunya rumah yang jadi target tekun/taat mengadakan persembahan,tentu kekuatan mistik itu akan dinetralisir dan campu/punah tidak berfungsi oleh kekuatan Sang Panca Raksa dan perlindungan Betara-Betari yang berstana di masing-masing pelinggih yang ada di pekarangan tersebut,demikian pula sebaliknya.
19. Kadang juga di sebelah kanan angkul-angkul dibangun padma capah yang distanakan adalah Sang
Hyang Indra Belaka,biasanya ini dibangun untuk menetralisir karang tenget seperti karang dulun
Pura dan Bale Banjar,Karang dipojok pempatan/pertigaan,Karang tumbak rurung dll.
Selanjutnya dalam melakukan persembahyangan perlu juga diperhatikan etika menyembah atau ngaturang sembah bakti antara lain:
1. Apabila memuja Tuhan Yang Maha Esa para dewa-dewi kahyangan,cakupan tangan ada diatas ubun-ubun.
2. Jika memuja Betara-Betari,cakupan ujung ibu jari tangan ada di tengahing lelata.
3. Menyembah leluhur,gandarwa,penunggun karang dan sejenisnya, cakupan tangan ujung jari tangan sejajar hidung.
4. Kalau menyembah sesama semisal mengucapkan panganjali dan atau nyumbah roh orang meninggal cakupan tangan didepan dada.
5. Jika sembah undur bhuta maka ujung cakupan tangan depan dada ujung jari cakupan tangan ke bawah.(sumber: konten Taksu Poleng youtube).
Demikianlah uraian singkat tentang pelinggih yang ada di pekarangan rumah umat hindu Bali pada umumnya yang dibangun di mayarakat, semoga ada manfaatnya sebagai refrensi dalam menjalankan ajaran agama tidak ada yang salah,karena masing-masing sastra/lontar yang dipakai acuan satu dengan lainnya tidak sama,yang penting bagaimana kita meyakini sebagai sradha bakti kita pada Tuhan Yang Maha Esa. Jangan sampai menyalahkan orang lain karena masing-masing diantara kita punya keyakinan dan kebenaran yang berbeda ,namun tetap satu ,terjalin dalam keharmonian beragama hindu.
Terimakasih ,mohon maaf jika ada kekeliruan dan atau ketidak sepahaman dalam kontek bahasan ini,janganlah perbedaan itu diperdebatkan,tetapi mari kita gunakan perbedaan itu untuk memperkaya khasanah dan pola pikir kita dalam merangkai sradha spiritualitas kita dalam beragama.
Kritik saran sangat diharapkan untuk melengkapi kekurangan dari catatan kecil ini, yang kami rangkum dari berbagai sumber dan nara sumber yang sudah memiliki kredibelitas dibidangnya. Tujuan kami hanya satu untuk beryadnya,berkarma baik sekecil apapun semasih bisa dan semoga manfaat bagi umat sedarma,astungkara.(manix/Soma ribek/30082021)
Suksema,sampun memberikan postingan yang sangat bermanfaat sebagai pengetahuan dasar yang patut kita ketahui terkait dengan kehidupan sehari hari
BalasHapus